Minggu, 14 Juni 2015

DINASTI SAMANIYAH



A.    Pendahuluan
Dinasti Samaniyah adalah merupakan salah satu Dinasti yang ada di dunia Islam pada masa ketika politik pemerintahan Khalifah Abbasiyah mulai melemah . Dinasti Samaniyah salah satu suku dari Persia yang sebelum memeluk Islam beragama Zoroaster(Majusi). Pemerintahan Dinasti berpusat di Bukhara,tidak begitu santer dalam pengetahuan ummat Islam, padahal Dinasti ini hampir-hampir menyamai zaman keemasan Abbasiyah dari segi capaian kemajuan dan perkembangan peradaban yang pernah ada di dunia Islam.
Dinasti Samaniyah didirikan oleh Ahmad bin Asad bin Saman (204 H/819 M) dan hakikat pendiri yang menjadi icon dinasti ini adalah Nasr bin Ahmad (250 H/864 M), masa Selama ± 186 tahun lamanya Dinasti ini bertahan yakni sejak tahun  204-395 H/819-1005 M  sebelum kemudian digantikan Dinasti Ghaznawi, dan Dinasti samaniyah memiliki luas cakupan wilayahnya mulai dari Sijistan, Karman, Jurjan(CIS selatan) di samping Rayy, Tabristan, Khurasan, dan Transoksania.

Dinasti Samaniyah telah mencapai puncak kejayaannya dari berbagai aspek,baik poitik  pemerintahan hingga memiliki 12 Khalaifah secara turun temurun, ekonomi dengan kota industri dan perdagangan terutama di Bukhara dan Samarkand, serta perkembangan ilmu pengetahuan, hal ini terbukti dengan banyaknya tokoh-tokoh besar Islam yang hingga sampai saat ini nama dan karya-karya mereka di pelajari dan menjadi bahan kajian umat Islam. Capaian ini disebabkan karena para khalifah Samaniyah memiliki minat dan hasrat yang begitu besar terhadap dunia Ilmu, sekaligus mencurahkan perhatian yang serius untuk mengembangkannya, oleh sebab itu masa dinasti inilah Bangsa persia (Iran) memiliki prestasi gemilang di dunia Islam.

B.     Sejarah Pembentukan Dinasti Samaniyah
1.      Asal Usul Dinasti Samaniyah
Samaniyah adalah  salah satu suku yang  asal usulnya memiliki dua persi yang berbeda yakni; ”Nama Samaniyah dinisbahkan kepada nama leluhur pendirinya,yaitu Samankhudat,seorang pemimpin suku dan tuan tanah keterunan bangsawaan terkenal dari Balk, yaitu sebuah daerah di sebelah utara Afghanistan.Data lain menyebutkan bahwa Samankhudat adalah keturunan penguasa Dinasti Sasanid di Persia”.[1]
Suku ini dulunya merupakan suku yang menganut agama Zoroasterian(Majusi) yang berada di persia sebelum memeluk agama Islam kategori turunan bangsawan dan salah satu suku penguasa  yang ada di Persia.”Keluarga Samaniyah dari Transosiana dan persia (874-999) adalah orang-orang keturunan saman,seorang bangsawan penganut ajaran Zoroaster dari Balk”.[2] Suku Samaniyah menjadi bagian dari suku yang memiliki andil besar dalam dunia Islam yakni sejak suku ini memeluk agama Islam, sehingga turunan suku ini menyebar luas di daerah kekuasaan Islam dan mengabdikan diri dalam pemerintahan Abbasiyah.
2.      Sejarah Lahirnya Dinasti Samaniyah
Dinasti Saminiyah adalah sebuah dinasti kecil yang muncul di dunia Islam (Persia) pada abad ke-9 masehi, yakni  pada masa Dinasti Abbasiyah ketika mulai melemah. Dinasti Samaniyah adalah sebuah Dinasti seperti Dinasti kecil lainnya yang dahulunya merupakan wilayah provinsi kekhalifaan Abbasiyah, namun disaat  sistim politik kekhalifaan melemah, maka Dinasti Samaniyah memisahkan diri dan memproklamirkan diri menjadi sebuah dinasti (Kekuasaan) yang indefendence tanpa adanya ketundukan dan kepatuhan pada kekhalifaan Abbasiyah.
Tampilnya keturunan Samaniyah dalam sejarah Islam bermula dari masuknya Samankhudat menjadi penganut Islam pada masa khalifah Hisyam bin Abdul Malik(khlalifah Umaiyah yang memerintah thn 106-126 H/724-743 M). Sejak masuknya Samankhudat menjadi Islam, maka sejak itupulalah beliau dan keturunannya mengabdikan diri kepada penguasa Islam(Abbasiyah), dan para turunan Samankhudat menyebar luas serta menduduki berbagai jabatan dalam kekhalifaan  Islam. Inilah awal sejarah tampilnya suku Samaniyah dalam pemerintahan dan sekaligus merupakan cikal bakal menanamkan serta mengokohkan suku samaniyah menjadi salah satu suku yang memiliki andil dalam pemerintahan yakni; ”Selanjutnya, pada masa kekuasaan al-Ma`mun(198-218H/ 813-833 M), dari Dinasti Abbasiyah,empat cucu Samankhudat memegang jabatan penting sebagai gubernur dalam wilayah kekuasaan Abbasiyah (1) Nuh di Samarkand, (2) Ahmad bin Asad di Fergana(Turkistan) dan Transoksania, (3) Yahya di Shash dan Ushrusan, dan(4) Ilyas di Herat, Afghanistan”[3]. Melalui ke empat cucu Samankhudat inilah memulai meluaskan pengaruh dan mengambil simpati warga Persia(Iran) diberbagai daerah yang dikuasainya,”Selain mempunyai hasrat untuk menguasai wilayah yang diberikan khalifah kepada mereka, keempat cucu tersebut juga mendapat simpati warga Persia, yang awalnya simpati itu didapat dari wilayah kekuasaannya, kemudian menyebar ke seluruh negeri Iran, termasuk Sijistan, Karman, Jurjan, Ar-Ray, dan Tabristan dan Transoxiana di khurasan”[4]
Proses memerdekakan diri dari kekuasaan Abbasiyah tersebut ialah melalui cara-cara yang dianggap mereka sebagai cara yang akurat yaitu: Pertama, salah seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh. Kedua, seseorang yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah dan kedudukannya semakin bertambah kuat”[5]
Dalam perkembangan selanjutnya suku Samaniyah berhasil membangun Dinasti Samaniyah yaitu;”Pendiri Dinasti adalah Nashr ibn Ahmad(874-892), cicit Saman, tetapi figur yang menegakkan kekuasaan dinasti ini adalah saudara Nashr, Ismail(892-907) yang pada tahun 900 M berhasil merebut Khurasan dari genggaman Dinasti Saffariyah”[6]
Demikianlah sejarah lahirnya Suku Samaniyah menjadi sebuah Dinasti di dalam Dunia Islam,yang selanjutnya mengalami berbagai perkembangan dan kemajuan yang dapat dicapai oleh dinasti tersebut.

C.     Perkembangan Dan Kemajuan
Semenjak menjadi sebuah Dinasti dalam dunia Islam,Dinasti Samaniyah mengalami perkembangan dan kemajuan dalam berbagai bidang,serta banyak melahirkan berbagai tokoh-tokoh diberbagai disiplin ilmu pengetahuan, demikian juga halnya
1.      Bidang Politik(Pemerintahan)
Semenjak memproklamirkan diri menjadi dinasti yang independen, dinasti Samaniyah tampil menjadi sebuah pemerintahan, yang sangat panjang,serta memiliki peran yang banyak, khususnya dalam pemerintahan (politik) hal ini terbukti sampai ratusan tahun lamanya dinasti ini bertahan menjadi sebuah pemerintahan turun temurun.”Dinasti ini bertahan selama lebih kurang 186 tahun(204 H/819 M-395 H/1005 M)”[7] . Selama kurun waktu yang begitu lama dinasti Samaniyah dalam pemerintahannya menampilkan 12 tokoh yang terkenal selama pemerintahan sebagaimana yang disebutkan dalam handbooknya Jere LB :
“204/819 Ahmad I b  Asad bin Saman
250/864 Nasr I b Ahmad
279/892 Ismail I b Ahmad
295/907 Ahmad II b Ismail
301/914 al-Amir al-Said Nasr II
331/943 al-Amir al-Hamid Nuh I
343/954 al-Amir al-Muayyad Abd al-Malik I
350/961 al-Amir al-Sadid Mansur
365/976 al-Amir al-Rida Nuh II
387/997 Mansur II
389/999 Abd al-Malik II
390-395/1000-1005 al-Muntasir”[8]. Sementara dalam Ensiklopedia Islam dapat dilihat lebih terinci ke 12 tokoh tersebut di atas tentang ; silsilah dan lama masa pemerintahan masing-masing tokoh :
SILSILAH DINASTI SAMANIYAH DI KAWASAN
IRAK dan UZBEKISTAN
(204-395 H/819-1005 M)
       N a m a                                                        Masa Pemerintahan
1.      Ahmad bin Asad Samankhudat                  204-250 H/819-864 M
2.      Nasr I bin Ahmad                                        250-279 H/864-892 M
3.      Isma`il I bin Ahmad                                                279-295 H/892-907 M
4.      Ahmad bin Isma`il                                       295-301 H/907-913 M
5.      Nasr II bin Ahmad                                      301-331 H/913-943 M
6.      Nuh I bin Nasr                                             331-343 H/943-954 M
7.      Abdul Malik I bin Nuh                                343-350 H/954-961 M
8.      Mansur I bin Nuh                                        350-365 H/961-976 M
9.      Nuh II bin Mansur                                       365-387 H/976-997 M
10.  Mansur II bin Nuh                                       387-389 H/997-999 M
11.  Abdul Malik II bin Nuh                              398-390 H/999-1000 M
12.  Isma`il II bin Muntasir                                 390-395 H/1000-1005 M”[9]
Dinasti Samaniyah memilih ibukota pemerintahannya yaitu daerah Bukhara dan kota terkemukanya adalah Samarkand, dimana kota ini hampir mengungguli Baghdad sebelumnya sebagai kota dan pusat peradaban dalam dunia Islam yang terkenal selama ini.
Selama pemerintahan khalifah Samaniyah sebanyak 12 orang tersebut , telah mampu meluaskan kekuasaan pemerintahannya keberbagai wilayah daerah kekuasaan yang dikuasai pemerintahan Abbasiyah sebelumnya, terutama puncak pencapaian yang gemilang yaitu pada masa pemerintahan khalifah ke 5.”Nasr II bin Ahmad berhasil memperluas wilayah hingga meliputi Sijistan, Karman, Jurjan(CIS selatan) di samping Rayy, Tabristan, Khurasan, dan Transoksania. Setelah Nasr II bin Ahmad, para khalifah berikutnya tidak mampu lagi mengadakan perluasan wilayah. Bahkan, khalifah terakhir, Isma`il II al-Muntasir, tidak dapat mempertahankan wilayahnya dari serbuan tentara Dinasti Qarakhan(999 – 1211) dan Dinasti Gaznawi(999-1037)”[10]. Seiring dengan perluasan daerah Dinasti Samaniyah yang begitu luas, juga semenjak lahirnya Dinasti Samaniyah penataan Administrasi pemerintahan dan batasan-batasan wilayah telah dilakukan untuk menjaga anacaman dari suku-suku liar Turki. Penataan awal tersebut di atas, dilakukan mulai pada masa khalifah Isma`il - I , hingga mencapai Tabristan(Irak Utara) dan Rayy( Iran)
2.      Bidang Ilmu Pengetahuan
Dinasti Samaniyah bukan saja sukses besar dalam dunia politik dan pemerintahan serta perluasan daerah kekuasaannya, namun dalam dunia ilmu pengetahuan juga sangat besar perhatian dan andilnya, sehingga banyak lahir tokoh-tokoh (ilmuan besar) dan perkembangan disiplin ilmu yang monumental dan diingat serta dipelajari hingga saat ini.
a.       Bidang Kedokteran dan Filsafat
Dalam bidang kedokteran dan Filsafat tampil nama besar yang mendunia yaitu;
-          Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi (Dokter dan filsuf terkemuka dari Rayy; w, 932 M)[11].
-          Ibnu Sina dengan nama lengkapnya” Abu Ali al-husein ibn Abdillah ibn Hasan ibn Ali ibn Sina, ia dikenal sebagai seorang filosof islam terbesar dengan gelar Syaikh ar-Rais, dilahirkan dalam keluarga yang bermazhab syi`ah pada tahun 370 H/980 M di desa Efsyanah(kawasan Bukhara) di Bukhara”[12] . Dan beliau juga sangat terkenal dengan sebutan Bapak kedokteran Islam terbesar, dengan karyanya Al-syifa`fi Al-Ilahiyyyat wa Al-Thabi`iyyat, dan najah ringkasan  As-Syifa...dan buku Mantiq Al-Hikmah  Al-Masyriqiyyah “[13]. Dan Qanun fit-Thib. Dan di kota inilah perpustakaan besar dibangun dengan koleksi kitab yang banyak seolah-olah tidak pernah habis-habisnya sebagai sumber bacaan.
b.      Bidang Theologi
Pada masa dinasti Samaniyah juga tampil tokoh dan pemikir yang handal dan banyak mengilhami prinsip pemahaman umat Islam dalam bidang Aqidah Islam dikenal nama Al-Maturidi sebagai salah seorang pendiri Aliran ahli sunnah wal-jama`ah meskipun agak berbeda corak berpikirnya dengan Hasan al-`Asyari. Menurut Dr. Ayub Ali menyatakan; ”Ia dilahirkan sekitar 238 H, yang bertepatan dengan 852 M.Ini didasarkan pada perkiraan, karena ia pernah belajar dengan Muhammad Ibn Maqatil Al-Razi yang wafat tahun 248 H/862 M, sejarawan sepakat tentang kematiannya yaitu tahun 333 H/944 M”[14] nama Maturidi dinisbatkan kepada desa dimana beliau dilahirkan, yaitu desa Maturid di Samarkand. Bukan hanya beliau tapi Murid dan pengembang baik pada masa beliau masih hidup maupun sesudahnya dikenal ada empat nama besar:
1.      Abu al-Qasim Ishaq Ibn Muhammad ibn ismail, terkenal dengan al-Hakim al-Samarkandi,wafat 340 H
2.      Abu al-Hasan Ali ibn Said al-Rastaghfani
3.      Al-Imam Abu Muhammad Abd al-Karim ibn Musa al-Bazdawi wafat 390 H/999 M
4.      Al-Imam Abu al- Lais al-Bukhari.[15]
c.       Bidang Seni dan Sastra
Adapun bidang sastra dikenal tokoh yang masyhur yaitu Firdausi yang menulis puisi dan Bal`ami yang menulis prosa serta penerjemah  sejarah karya At-Thabari. Dan pada masa inilah lahirnya karya sastra muslim persia yang sangat cemerlang. Kebangkitan sastra persia modern pun diawali pada priode ini. Cukup dikatakan bahwa Firdawsi(934-1020 ) menulis puisinya pada periode ini dan bahwa Bal`ami, penasihat Manshur(961-976) menerjemahkan catatan sejarah karya al-Thabari, dan kemudian menulis salah satu prosa dalam bahasa Persia yang masih bertahan hingga kini.[16] Dari sejak inilah tercerahkannya nilai-nilai sastra yang sangat cemerlang di Persia(Iran) yang sebelumnya didominasi oleh bahasa Arab.
d.      Bidang Hadits
 - Imam Bukhari (194-256 H),beliau lahir di kota Bukhara, anak dari seorang ulama hadits yang pernah belajar kepada Malik ibn Anas.Beliualah orang yang pertama menghimpun hadits hadits Shahih saja di dalam karyanya yang terkenal yaitu; shahih al-Bukhari. Dari sekian banyak karyanya yang paling terkenal diantaranya adalah shahih al-Bukhari,judul lengkap dari kitab tersebut adalah Al-Jami` al-Musnad al-Shahih al-Mukhtashar min umur Rasulillahi wa Sunanihi wa Ayyamihi.[17]
- Abi Daud  lahir di Sijistan dengan karyanya Sunan Abu Daud
- An-Nas`i lahir di Khurasan
- At-Tirmizi yang lahir di daerah Tirmiz
Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh terkemuka dalam bidang sains yang muncul ketika berkuasanya Dinasti Samaniyah, hal ini disebabkan begitu besarnya perhatian para khalifah Dinasti Samaniyah dalam pengembangan Ilmu Pengethauan dan Sains, sehingga Bukhara dan samarkand hampir menyamai tingginya tingkat kepedulian masyarakat dan kesibukannya dalam mengkaji berbagai bidang, serta kelengkapan perpustakaan yang begitu besar dan padat isinya, seperti yang ada di Baghdad. Pada Abad kesepuluh Bukhara tampil sebagai pusat literatur dan kesenian Islam-Persia yang baru lantaran ide-ide keagamaan, hukum, filsafat, dan kesastraan Islam yang berbahasa arab disusun kembali dalam bahsa Persia. Oleh karena itu, ini merupakan saat pertama di mana agama dan kultur Islam tersedia di dalam bahasa selain bahasa arab.[18]
Demikian juga halnya perekonomian dan perdagangan, bahwa Bukhara dan Samarkand adalah kota yang banyak mendirikan industri dan padatnya lalulintas perdagangan mengingat  banyaknya hasil-hasil produksi yang dihasilkan di Bukhara dan Samarkand, sehingga mendatangkan peningkatan kesejahteraan bagi pemerintahan Dinasti Samaniyah, seiring peningkatan dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan kebudayaan yang dicapainya begitu pesat.


D.    Kemunduran dan Kehancuran
Sekalipun Dinasti Samaniyah mencapai puncak kegemilangannya dalam pemerintahannya,sekaligus merupakan salah satu Dinasti Iran yang paling tercerahkan,Samaniyah tidak terlepas dari kekurangan,selain persoalan biasa yang muncul dari pergolakan aristokrasi militer dan situasi sulit menyangkut suksesi pemerintahan,muncul juga ancaman baru yakni para pengembara Turki yang bergerak menuju Utara.Bahkan di dalam Negara sendiri kekuasaan berangsur-angsur diambil alih oleh budak-budak Turki, yag justru merupakan golongan yang sering diadili oleh penguasa Samaniyah. Salah satu wilayah Samaniyah sebelah selatan Oxus, perlahan-lahan dicaplok oleh Dinasti Ghaznawi, yang berkuasa di bawah pimpinan salah satu budak Turki. Wilayah disebelah Utara sungai dirampas oleh Ilek(Ilaq) khan dari Turkistan yag pada 992 merebut Bukhara dan tujuh tahun kemudian melakukan Coup de Grace terhadap Dinasti Samaniyah yang riwayatnya sudah berakhir.[19]
Kesuksesan dan prestasi capaian tertinggi dalam peradaban, tidak menjamin akan langgengnya sebuah Dinasti, termasuk Dinasti Samaniyah yang dipandang sangat cukup sukses dalam membangun kultur dan keagamaan dalam masa pemerintahannya. Sekalipun demikian, sebetulnya rezim Samaniyah telah mengalami disintegrasi pada abad kesepuluh,dan wilayah kekuasaannya di Khurasan dan Afghanistan jatuh ketangan Alptigin, seorang Gubernur budak yang beribukota di Ghazna(Afghanistan) Alptigin mendirikan sebuah rezim tentara budak yang menaklukkan dan menguasa Khurasan sejak 999 sampai tahun 1040.[20] Bahkan mengusai Transoxania serta Iran barat.





DAFTAR BACAAN :

Hasan Muarif Ambary (et), Ensiklopedi Islam-2,(Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet, 9, thn, 2003)

Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial ummat Islam, Penerjemah,Ghufron A.Mas`udi, (Jakarta: Raja Grafindothn, cet-1,1999)

 Hitti. K. Philip , History Of The Arabs,Terjemah, Edisi-10, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006)

Dedi Supriyadi, Mag, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada thn,2008)

L. Bacharach Jere, A Middle East Studies, (London: University Of Washington Press SeatleThn,1986)

Daudy Ahmad, kuliah Filsafat Islam,(Jakarta: Bulan Bintang, cet, 3,1992)
                                  
Mahmud Aqqad Abbas , As-Syeikh ar-Ra`is Ibnu Syina,Terjemah,(Solo: Pustaka Mantiq, cet,1, tt)

Editor,HM Amin Nurdin , Afifi Fauzi Abbas,Teologi/Ilmu kalam,(Jakarta: Pustaka Antara ,cet-1,1996)

A.                                   Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta:Bulan Bintang, Cet-4,1993)

Yuslem Nawir, Ulumul Hadis, (Jakarta: Mutiara Sumber Widyacet-1, 2001)


[1]  Ambary Hasan Muarif(et), Ensiklopedi Islam-2,(Jakarta:  Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet 9, 2003), h . 145
[2] Philip K. Hitti, History Of The Arabs,Terjemah, Edisi-10, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta , 2006) , h. 586
[3]  Ambary Hasan Muarif(et), Ensiklopedi Islam-2,
[4] Dedi Supriyadi, Mag, Sejarah Peradaban Islam,(Bandung: Pustaka Setia, 2008) , h. 150
[5] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 64
[6] Philip K. Hitti, History Of The Arabs, h. 586
[7] Ensiklopedi Islam, h. 145
[8] Jere.L.Bacharach, A Middle East Studies, (London,University Of Washington Press Seatle)Thn,1986,H.32
[9] Ensiklopedi Islam, h. 146
[10] Ibid
[11] Ibid
[12] Dr.Ahmad Daudy, kuliah Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, cet, 3,  1992), h. 66
[13] Abbas Mahmud Aqqad, As-Syeikh ar-Ra`is Ibnu Syina,Terjemah, (Solo: Pustaka Mantiq, cet,1), h. 29.
[14] Editor, H. M. Amin Nurdin , Afifi Fauzi Abbas, Teologi/Ilmu kalam, (Jakarta: Pustaka Antara cet-1,1996) , h. 122
[15] Ibid, h. 123
[16] Fhilip K Hitti, History Of The Arabs, h. 587
[17] Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, cet-1, 2001), h. 457
[18] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, Penerjemah Ghufran A. Mas`udi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet-1,1999), h. 215
[19] Philip K . Hitti, History of The Arabs, h. 588.
[20] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, h. 215

Tidak ada komentar:

Posting Komentar