Selasa, 12 Mei 2015

DUNIA ARAB MENJELANG KELAHIRAN ISLAM



1.      PENDAHULUAN
Arab, dahulunya didiami oleh satu bangsa saja, bahasanya pun satu pula, yaitu bahasa Saam. Oleh sebab itu maka bangsa Arab itu dihitung satu asal dengan bangsa Ibrahim, Siriani, Asyur dan Kaldan. Cuman menjadi pertikaian diantara ahli – ahli Ilmu asal usul keturunan dan Ilmu menyelidiki bentuk tubuh manusia (Biologi dan Antropologi ),  tentang tempat diam bangsa Saam yang asal. Didalam kitab Taurat tersebut  bahwasanya tempat tinggal bangsa manusia yang mula – mula ialah diantara dua sungai besar Furat dan Dajlah ( Tigris ), dari sana dia terpecah – pecah kemana – mana. Dari bangsa Saam itu terpecahlah menjadi bangsa Asyur dan bangsa Babil dinegeri Irak, dan menjadi bangsa Aram dinegeri Syam, dan menjadi bangsa Punisia dipantai Suriah, menjadi bangsa Ibrani dinegeri Palestina dan menjadi bangsa Arab disemenanjung tanah Arab, dan menjadi bangsa Ethiopia dinegeri Habsyi.

Jarji Zaidan, ahli penyelidik yang masyhur berkata : Salet dan Rebber berkata, bahwa asal – usul kediaman bangsa Saam itu ditanah Habsyi. Tetapi segolongan yang lain lagi dikepalai oleh Sprenger, Serider, Robertson dan Wankler berkata bahwa asal – usul kediaman bangsa Saam itu ialah disemenanjung tanah Arab sendiri. Dari sanalah kelak kemudiannya bangsa itu terpencar keseluruh muka bumi.[1]
Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai keadaan Dunia Arab Menjelang Kelahiran Islam yang meliputi : keadaan Geografis, Tradisi / budaya masyarakat, Aspek ekonomi, Aspek Agama dan Kepercayaan serta aspek pendidikannya.
 
2.      PEMBAHASAN
2.1  Dunia Arab Menjelang Kelahiran Islam
A.    Keadaan geografis
                Jazirah arab menjelang kelahiran Islam diapit oleh dua kerajaan besar yaitu Romawi Timur di sebelah barat sampai ke laut Adriatik dan Persia di sebelah timur sampai ke sungai Dijlah. Kedua kerajaan besar itu disebut hegemoni di wilayah sekitar Timur Tengah. Sebenarnya Jazirah Arab bebas dari pengaruh kedua kerajaan tersebut, kecuali daerah-daerah subur seperti: Yaman dan daerah-daerah sekitar teluk Persia. Wilayah jazirah arab di teluk Persia termaksud daerah kekuasaan kerajaan Persia. Dengan demikian daerah hijau bebas dari pengaruh-pengaruh politik dan budaya dari luar. Islam yang dasar-dasarnya diletakkan oleh Nabi Saw di Mekkah dan di Madinah adalah agama yang murni, tidak dipengaruhi baik oleh perkembangan agama-agama yang ada di sekitarnya maupun kekuasaan politik yang meliputinya.[2]
Jazirah dalam bahasa Arab berarti pulau. Jadi “Jazirah Arab” berarti “pulau Arab”. Sebagian ahli sejarah menamai tanah Arab itu dengan “Shibhul Jazirah” yang dalam bahasa Indonesia berarti “Semenanjung”. Dilihat dari peta, Jazirah Arab berbentuk persegi panjang yang sisi-sisinya tidak sejajar. Batasan-batasan alam yang membatasi Jazirah Arab adalah :
a.    - Di bagian barat:berbatasan dengan Laut Merah.
b.    - Di bagian timur:berbatasan dengan Teluk Arab.
c.    - Di bagian utara:berbatasan dengan Gurun Irak dan Gurun Syam.
d.    - Di bagian selatan:berbatasan dengan Samudra Hindia.
Jazirah Arab terbagi atas dua bahagian yaitu bagian tengah dan bagian tepi. Setiap bagian memiliki bentangan alam tersendiri. Bagian tengah terdiri dari daerah pegunungan yang amat jarang dituruni hujan. Di bagian tengah inilah orang Badui tinggal. Bagian tengah dari Jazirah Arab terbagi menjadi dua bagian yang lebih kecil yaitu: Bagian utara yang disebut Najed dan bagian selatan yang disebut Al-Ahqaf. Bagian selatan penduduknya amat sedikit. Karenanya bagian ini disebut Ar-Rab'ul Khali (tempat yang sunyi). Jazirah Arab bagian tepi merupakan sebuah pita kecil yang melingkari Jazirah Arab. Pada bagian tepi ini, hujan yang turun cukup teratur. Bagian tepi inilah yang didiami oleh orang atau penduduk kota. Sedangkan ahli –ahli ilmu purba membagia Jazirah Arab menjadi tiga bagian :
1. Arab Petrix, yaitu daerah-daerah yang terletek di sebelah barat daya    lembah  Syam.
2. Arab Deserta, yaitu daerah Syam sendiri.
3. Arab Felix, yaitu negeri Yaman yang terkenal dengan sebutan “Bumi Hijau”.[3]
B. Tradisi / budaya Masyarakat Pra Islam
Bangsa Arab sebelum islam memiliki kebaikan - kebaikan alamiah tertentu membuat mereka menonjol di dunia semasa mereka,. Mereka memiliki kepandaian berbicara dan keterampilan menggunakan bahasa yang tidak ada taranya. Mereka menganggap kebebasan dan kehormatan berada diatas segalanya. Mereka merupakan penunggang – penunggang kuda yang hebat. Tetapi pengasingan diri selama berabad – abad di jajirah itu dan desakan tak wajar pada agama nenek moyang mereka, mengakibatkan merosotnya kesehatan moral dan agama mereka, dngan demikian maka berdasarkan sejarah tradisi dan budaya bangsa Arab sebelum islam dapat dibagi menjadi dua :
1.        Kebiasaan – kebiasaan suku arab yang baik atau terpuji antara  lain
-          Tabah , sifat ini dimiliki oleh bangsa arab karena mereka harus menghadapi berbagai kesulitan hidup terutama didaerah padang pasir. Mereka hidup dalam suhu udara yang amat panas dalam keadaan kurang air, kurang makanan dan kurang sumber penghidupan.
-       Berani,  sifat ini dimiliki oleh mereka, karena harus menghadapi berbagai gangguan dari kabilah lain. Mereka berani berjalan di padang pasir walaupun seorang diri, berani menghadapi berbagai kemungkinan. Temannya ialah pedangnya yang selalu tersandang dipinggangnya.
-       Setia dan suka menolong, sifat ini sangat diperlukan setiap anggota kabilah. Mereka hidup menggantungkan diri pada kabilahnya. Mereka setia memenuhi janji dan membela sahabatnya. Mereka juga suka menolong atau memberi jamuan makan bagi orang lain yang tidak memusuhinyana . Malahan ada kabilah yang tujuan ke medan perang karena membela suatu kabilah lain yang teraniaya.
-       Pemurah dan suka menerima tamu, Ada riwayat yang menyebutkan bahwa seorang kaya bernama Harim Ibnu Sinan mengeluarkan biaya besar dalam usahanya mendamaikan Kabilah Abas dan Zuban yang terlihat dalam peperangan yang berkepanjangan yang disebut perang Dahis dan Ghabra. Demikian juga mereka senang menerima tamu serta menjamunya dan menjaga keamanannya.[4]
2.    Kebiasaan – kebiasaan Suku Arab yang tercela
-       Mudah terjun kedalam kencah perang
Sifat ini terdapat pada bangsa Arab terutama pada suku – suku yang berdiam yang berdiam didaerah padang pasir. Mereka hidup dalam kabilah masing – masing. Mereka bergantung pada kabilah mereka sendiri, dalam keadaan kurang air dan sumber kehidupan yang lain, ditambah lagi oleh udara yang panas dan alam yang tandus. Kalau hak mereka dilanggar oleh kabilah lain, dengan mudah mereka bangkit dan membalas dan mengambil tindakan yang setimpal atau lebih keras.
-       Fanatik suku
Fanatik suku kuat sekali, cakrawala kehidupan sangat dibatasi dengan konsep – konsep peraturan kesukuan yang sempit. Sebuah pribahasa dilingkungan mereka berbunyi : “ Berpikirlah pada saudara – saudara anda sekalian ia menjadi penindas atau yang tertindas “ ; dan mereka benar – benar setia pada pribahasa itu.
Setiap orang menganggap dirinya berasal dari keturunan yang paling mulia.beberapa keluarga merasa turun derajatnya bila ikut berkumpul dengan keluarga lain, bahkan dalam jama`ah keagamaan sekalipun. Kaum Quraisy misalnya, mereka menjauhkan diri dari jama`ah Haji yang lain selama upacara haji tertentu. Mereka mengambil alih pimpinan dalam melakukan upacara di padang “ Arafah “[5], agar mereka terhindar dari hubungan dengan jama`ah – jama`ah haji yang lain. [6] mereka menganggap bahwa disana terdapat kelas majikan, kelas pekerja, kelas masyarakat biasa dan masyarakat gelandangan.[7]
 
C.     Aspek Ekonomi
Banu Quraisy adalah anak keturunan Fihr dengan gelar Quraisy. Quraisy  dalam bahasa arab lama berarti pedagang. Maka tidaklah mengherankan jika anak keturunan Fihr dikenal dengan nama Banu Quraisy pada umumnnya adalah pedagang yang terampil.[8]
Demikian juga  telah disinggung di atas bahwa sebagian besar daerah Arab adalah daerah gersang dan tandus, kecuali daerah Yaman yang terkenal subur dan bahwa ia terletak di daerah strategis sebagai lalu lintas perdagangan. Ia terletak di tengah-tengah dunia dan jalur-jalur perdagangan dunia, terutama jalur-jalur yang menghubungkan Timur Jauh dan India dengan Timur Tengah melalui jalur darat yaitu dengan jalur melalui Asia Tengah ke Iran, Irak lalu ke laut tengah, sedangkan melalui jalur laut yaitu dengan jalur Melayu dan sekitar India ke teluk Arab atau sekitar Jazirah ke laut merah atau Yaman yang berakhir di Syam atau Mesir. Oleh karena itu, perdagangan merupakan andalan bagi kehidupan perekonomian bagi mayoritas negara-negara di daerah-daerah ini.
Ditambah lagi dengan kenyataan luasnya daerah di tengah Jazirah Arab, bengisnya alam, sulitnya transportasi, dan merajalelanya badui yang merupakan faktor-faktor penghalang bagi terbentuknya sebuah negara kesatuan dan menggagalkan tatanan politik yang benar. Mereka tidak mungkin menetap. Mereka hanya bisa loyal ke kabilahnya. Oleh karena itu, mereka tidak akan tunduk ke sebuah kekuatan politik di luar kabilahnya yang menjadikan mereka tidak mengenal konsep negara. Kondisi semacam ini sangat mempengaruhi corak perekonomian orang Arab pra-Islam yang sangat bergantung pada perdagangan daripada peternakan apalagi pertanian. Mereka dikenal sebagai pengembara dan pedagang tangguh. Mereka juga sudah mengetahui jalan-jalan yang bisa dilalui untuk bepergian jauh ke negeri-negeri tetangga.
Adalah Hāshim (lahir 464 M), kakek buyut Nabi, yang pertamakali membudayakan bepergian bagi suku Quraysh pada musim dingin ke Yaman dan ke Ḥabashah ke Negus dan pada musim panas ke Syam dan ke Gaza dan barangkali hingga sampai di Ankara lalu menemui kaisar. Ini merupakan perdangan lintas negara yang biasa mereka lakukan. Mereka juga bisa menjalin hubungan perdagangan dengan dua kekuatan politik yang saling bertentangan, yaitu Bizantium dan Persia tanpa memihak ke salah satu di antara keduanya. Oleh karena itu, peradaban mereka dipengaruhi oleh aktivitas perdagangan dalam arti bahwa mereka berinteraksi dengan masyarakat-masyarakat seberang dan semakin menjauh dari pola badui.[9]
Komoditas dalam perdagangan kuno adalah rempah – rempah, gaharu, dan tumbuhan beraroma untuk penyedap masakan. Dan juga berbagai produk langka dan bernilai tinggi, seperti mutiara dari teluk persia, bunbu masak, kain dan pedang dari India, sutra dari cina, budak, monyet, gading, emas, bulu burung unta dari Etopia.[10]

D.    Aspek Politik
 Sebelum kelahiran Islam, ada tiga kekuatan politik besar yang perlu dicatat dalam hubungannya dengan Arab; yaitu kekaisaran Nasrani Byzantin, kekaisaran Persia yang memeluk agama Zoroaster, serta Dinasti Himyar yang berkuasa di Arab bagian selatan. Setidaknya ada dua hal yang bisa dianggap turut mempengaruhi kondisi politik jazirah Arab, yaitu interaksi dunia Arab dengan dua adi kuasa saat itu, yaitu kekaisaran Byzantin dan Persia serta persaingan antara yahudi, beragam sekte dalam agama Nasrani dan para pengikut Zoroaster.
Tradisi kehidupan gurun yang keras serta perang antar suku yang acap kali terjadi ini nantinya banyak berkaitan dalam penyebaran ide-ide Islami dalam al-Qur’an, seperti ”jihad”, ”sabar”, ”persaudaraan” (ukhuwwah), persamaan, dan yang berkaitan dengan semua itu.
Pada masa sebelum islam yamg diajarkan disebar luaskan ke bangsa Arab oleh Rasulullah Saw, orang arab sering kali terjali peperangan antar suku di antaranya dikenal dengan perang Fujjar karena terjadi beberapa kali antar suku, yang pertama perang antara suku Kinanah dan Hawazan, kemuadian Quraisy dan Hawazan serta Kinanah dan Hawazan lagi. Dan peperangan ini terjadi 15 tahun sebelum Rasul diutus.[11]
 
E.     Aspek Agama dan Kepercayaan
Pada zaman jahiliyah, kebanyakan bangsa Arab adalah pemuja berhala ( Warsani ). Ada sebagian mereka yang menganut agama Yahudi dan Nasrani.
Agama Yahudi dan Nasrani berkembang dibeberapa bagian jazirah Arab. Beberapa tempat disana mendapat pengaruh agama Yahudi. Yang terkenal ialah kota “ Yatsrib “ yang kemudian dinamakan kota Madinah. Begitu pula agama Yahudi tersiar dari negeri Yaman pada awal abad VI Masehi.
Agama Nasrani tersiar diwilayah kerajaan Manaziarah di Hirah ( Perbatasan Utara Zajirah Arab dengan Irak ) dan dikerajaan Ghassinah ( Perbatasan Utara jazirah Arab dengan Siria ). Agama Nasrani ini juga berkembang di negeri Yaman dan menjadi saingan bagi agama Yahudi. Pusat agama Nasrani di Yaman ialah kota Najran.
Telah diketahui bahwa kebanyakan bangsa Arab adalah penyembah berhala (Watsani ). Tetapi mereka dahulunya adalah penganut agama yang dibawa oleh nabi Ibrahim as, yang berarti mereka telah menganut Tauhid, yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Monoteisme). Kemudian, beberapa waktu kemudian karena pengaruh dan usaha beberapa kalangan yang memutar balik, mengubah mereka menambah dan mengurangi ajaran Nabi Ibrahim dan putranya Ismail, mereka berpindahkepada kepercayaan berhala (Watsaniyah). Dengan demiikian didirikanlah berhala – berhala atau patung – patung diberbagai tempat di jazirah Arab..
Walaupun demikian, bangsa Arab tetap memuliakan ka`bah dan kota Makkah. Mereka tiap tahun berkunjung ke Makkah untuk melaksanakan Ibadah. Juga berhala – berhala mereka itu, ditempatkan didekat ka`bah, untuk mereka puja. Tiap kabilah memiliki berhala yang masing – masing diitempatkan didekat ka`bah itu. Dengan demikian jelaslah betapa sudah bercampur aduknya ajaran Nabi Ibrahimdengan kepercayaan Watsaniyah.
Diantara berhala – berhala terpenting yang disembah oleh bangsa Arab, ialah berhala yangbernama “ Hubal “ yang dibuat dari batu akik berwarna merah. Hubal ini berbentuk manusia, yang dianggap sebagai dewa mereka yang terbesar. Ia diletakkan di ka`bah. Disamping itu banyak lagi berhala – berhala diantanya yang terpenting ialah :
1.      Al Lata, tempatnya di Thaif. Menurut kabilah Tsaqof ( Penduduk Thaif ) Al Lata ini adalah berhala yang paling tua.
2.      Al Uzza, tempatnya di hijaz. Kedudukannya setingkat dibawah Hubal.
3.      Manah, temppatnya didekat kota Yatsib. Manah ini dimuliakan oleh penduduk Yatsrib.
 Selanjutnya baik pula diketahui bahwa menurut bangsa Arab, mereka ini menyeembah berhala itu adalah sebagai perantara kepada Tuhan. Jadi pada hakekatnya bukanlah berhala – berhala itu yang mereka sembah seperti disebutkan
 dalam Al – Qur`an. Firman Allah :
 
Artinya : “ Kami tiada menyembah berhala – berhala itu, hanya agar berhala – berhala itu mendekatkan kami kepada Allah sedekat – dekatnya “ ( Q.S Azzumar, 3 )

            Untuk mendekatkan diri kepada dewa – dewa itu, bangsa Arab kadang – kadang menyyajikan korban – korban berupa ternak. Bahkan pada suatu ketika mereka pernah pula mempersembahkan manusia sebagai korban untuk dewa – dewa.
            Selain menyembah berbagai berhala, bangsa Arab Jahiliyah juga menyyembah dan menuhankan malaikat, jin, harta, dan binatang.
            Bangsa Arab pada zaman Jahiliyah itu biasa bertenung, yaitu menanya nasib baik dan buruk kepada dewa – dewa. Bilamana seorang diantara mereka akan me lakukan sesuatu pekerjaan yang penting, pergilah ia ke ka`bah. Di sana ia bertenung dan menanyakan pendapat dewa – dewa terhadap pekerjaan yang akan dikerjakannya. Yang menjadi juru tenungnya ialah penjaga – penjaga ka`bah. Kalau hasil tenungannyamenuunjukkan baik, barulah dia mengerjakannya. Tetapi kalau sebaiknya dia tidak jadi mmelakukannya.[12]

F.      Aspek Pendidikan
Dalam aspek pendidikan di jazirah Arab sebelum datang Islam amat sangat memprihatinkan dimana pada masa itu dinamakan jaman jahiliyah yang maknanya ( bodoh ) , sebagaimana dijelaskan bahwa dunia disaat datangnya nabi, laksana rumah yang ditimpa gempa bumi yang dahsyat. Segala yang ada didalamnya menjadi berantakan, disana – sini terjadi tumpukan puing – puing, sementara tempat – tempat yang besar telah kehilangan segalanya menjadi gersang.
Dalam kebingungan ini manusia telah melupakan dirinya sendiri. Ia telah kehilangan kehormatan diri, sehingga tanpa merasa malu, ia telah menghambakan diri dihadapan batu, kayu dan air  - dihadapan semua wujud yang tak berdaya. Bahkan ia tidak dapat memahami kebenaran sehari – hari yang sederhana. Pikirannya telah buntu. Ia telah menjadi begitu kebingungan dan pikirannya telah demikian sesat, sehingga tidak dapat membedakan mana yang benar dari yang tidak benar dan bahkan membantah hal – hal yang jelas – jelas benar dan hak.
Kejahatan sendiri dipandang sebagai kebajikan. Serigala – serigala, demikian dalam pribahasa , digunakan untuk menjaga biri – biri ; kaum agresor disyahkan bertindak sebagai juru damai. Yang berdosa dan yang jahat  hidup dalam  kesenangan dan ketenangan, dunia menjadi milik mereka, sementara yang benar dan yang jujur keadaannya melarat dan menderita. Kelicikan dan kebohongan dipandang sebagai kebijaksanaan dan perhitungan yang matang, sedangkan kebijaksanaan dipandang sebagai kebodohan.
Nilai – nilai yang diberikan Allah kepada manusia telah disalah gunakan dengan sembarangan. Keberanian dan kekuatan telah menjadi alat kekejaman dan penindasan, dan foya – foya berarti kemurahan hati, kesombongan dipandang sebagai kehormatan diri dan kelicikan dianggap sebagai kebijaksanaan. Tujuan satu – satunya dari kecerdasan ialah merencanakan kejahatan – kejahatan dan menciptakan cara – cara pesta pora baru yang seram dan pemborosan yang kasar.[13]  
 
Kitab suci Al Qur`an menyatakan :
Sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu, agar engkau mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang dengan tuhan mereka kejalan (Dia), yang Maha Perkasa, lagi Maha Terpuji.”  (Al – Qur`an, XIV : 1)

3. Penutup
           
            Jazirah arab atau Pulau Arab adalah satu semenanjung yang terletak disebelah barat daya Asia. Semenanjung ini dinamakan dengan jazirah karena tiga sisinya berbatasan dengan air, yaitu sebelah timur berbatasan dengan Teluk Oman Persi (Teluk Arab), disebelah selatan berbatasan dengan lautan India, disebelah barat berbatasan dengan Laut Merah. Hanya disebelah utara Jazirah ini berbatasan dengan daratan atau padang pasirIrak dan Syiria.
Secara geograpis, Jazirah Arab merupakan padang pasir luas, yaitu hampir lima per enam daerahnya terdiri dari padang pasir, dan bergunung batu. Ditinjau dari iklimnya, negeri Arab adalah salah satu negeri – negeri terkering dan terpanas diatas muka bumi. Walaupun negeri ini berbatasan dengan laut disebelah timur dan barat, namun di daerah perairannya masih terlampau kecil untuk mengimbangi keadaan udara yang bertiup dari daratan Afrika dan asia yang tak berhujan.
Sudah menjadi kebiasaan bagi orang – orang Arab pra Islam, berperilaku yang tidak bermoral sehingga perbuatan mabuk – mabukan, perjudian , riba dan perampasan telah menjadi kebiasaan sehari – hari. Anak – anak perempuan yang baru lahir dibunuh. Kekayaan Tuhan menjadi kotoran telapak tangan raja, dan manusia menjadi budak – budak mereka.
             
 
DAFTAR BACAAN



A.    Syalabi , Sejarah dan Kebudayaan Islam, Terj. Muctar Yahya, ( Jakarta : Dyaja Murni , Jilid 1,1970)

Ali Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan Arab, ( Jakarta : Logos ), 1997
  
Departemen Agama RI, Al – Qur`an dan Terjemahannya, ( Semarang: Asy – Syifa` 1998 )
Fadli SJ, Pasang Surut Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah ( Malang, UIN Malang Press, 2008 )

Hamka, Sejarah Umat Islam ( Jakarta: PT Bulan Bintang,1986)

http:// hitsuke.blogspot.com/2009/05/kondisi-masyarakat-arab-pada-masa-pra.html

Nawawi Abdul Hasan Ali , Islam dan Dunia ( Bandung: Angkasa Bandung ,1987)

Sulaiman D. Abd. Muthalib  , Sejarah Kebudayaan Islam ( Dirjen Pemb, kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka, 1989)



  



 



[1] Hamka, Sejarah Umat Islam ( Jakarta: PT Bulan Bintang , 1986), h.27
[2]  A. Syalabi , Sejarah dan Kebudayaan Islam, Terj. Muctar Yahya( Jakarta : Dyaja Murni , Jilid 1, 1970), h.22.
[3]  http:// hitsuke.blogspot.com/2009/05/kondisi-masyarakat-arab-pada-masa-pra.html
[4]   D. Abd. Muthalib Sulaiman, Sejarah Kebudayaan Islam ( Dirjen Pemb: kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka , 1989 ), h.189.
[5]  Nama tempat, sekitar duabelas mil dari Makkah, dimana para jamaah haji harus bermukim sebentar dalam melaksanan haji.
[6]  Qur`an , II : 199
[7]  Abdul Hasan Ali Nadwi, Islam dan Dunia ( Bandung: Angkasa Bandung , 1987 ), h.20.
[8]   Fadli SJ.  Pasang Surut  Pperadaban Islam Dalam Lintasan Sejarah ( Malang: UIN Malang Press 2008), h.54.
[9]   Ali Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan Arab, ( Jakarta : Logos  1997 ),  h. 5 – 8.
[10] Philip K.Hitti, Histori Of The Arabs (New York,Palagrave Macmilllan, edisi 10:2002) h61
[11]  Ibid.
[12]  D.Abd Mutholib Sulaiman, Sejarah Kebudayaan Islam ( Dirjen Pemb: Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka , 1998 ), h . 92 -93.
[13]  Abdul Hasan Ali Nadwi,  Islam dan Dunia  terj. Drs. Adang Afandi ( Bandung : Angkasa bandung , 1987 ), h. 35.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar