Kamis, 28 Mei 2015

DINASTI TIMURIAH



A.      Pendahuluan
Sebagaimana perkembbangan sejarah Islam di belahan dunia lain, Islam yang hadir di tengah-tengah bangsa Asia Tengah dan sekitarnya pun menorehkan sejarah panjang yang patut dikaji. Apa yang pernah diukir dalam sejarah mereka, juga melahirkan tragedi romantik yang menarik untuk dijadikan teladan bagi generasi berikutnya.
Sejarah panjang bahasa Mongol, sebagai kekuatan imperium dunia saat itu tidak lepas dari figur sentral pemimpin monarki yang bernama Chengis Khan. Ia menjadi tokoh utama dalam episode panjang pada perkembangan bangsa Mongol berikutnya. Siapa yang menduga, bahwa kekejaman mereka terhadap pusat pemerintahan Islam di Bagdad, terjadi menjadi anti klimaks dari idealismenya membangun imperium dunia. Justru dari daerah dagingnyalah tercatat dalam tinta emas peradaban Islam yang agung dan monumental. Peradaban Islam Mongol tidak kalah pentingnya dengan peradaban Islam di Asia Barat, Eropa Barat Daya (Andalusia), Afrika Utara, bahkan di anak benua India sekalipun. Mereka berhasil menggoreskan hasil peradaban dalam bidang ketatanegaraan, militer, politik, ekonomi, sosial, dan budaya, termasuk juga arsitektur yang bernilai istimewa. Daerah kekuasaan selama kepemimpinan Mongol Islam dalam tiga dinasti, juga melebihi luas kekuasaan dinasti Islam yang pernah ada sebelumnya.[1]

Ketiga dinasti tersebut adalah Chagtai, Golden Horde, dan Ilkhan. Mereka berhasil membangun peradaban yang luar biasa, dengan spirit Islam. Meskipun sesungguhnya mereka sebelumnya bukan penganut Islam, akan tetapi di tengah perjalanan sejarahnya mereka menjadi Muslim, dan berjuang demi tegaknya risalah Islam. Namun, sebagimana dinyatakan di atas, hendaknya kita juga harus objektif dalam mengapresiasi mereka, karena dalam lintasan sejarahnya, mereka juga tidak sedikit meninggalkan luka bagi umat Islam. Inilah yang disebut sebagai “tragedi”. Misalnya penghancuran pusat umat Islam di Sarai Batu oleh Timur Lang. Namun di lain pihak, jasa dan hasil peradabannya juga harus ditempatkan pada posisi yang banyak dan proporsional, karean mereka telah berhasil mengembangkan imperium Islam di kalangan bangsa ‘ajam (non-Arab).
Satu hal yang patut dicatat, bahwa infiltrasi masuknya Islam di kalangan Mongol, sama sekali berbeda dengan daerah-daerah taklukan Islam yang lain. Biasanya, Islam hadir karena adanya pertarungan ideologi, kepentingan ekonomi, dan yang lebih sering karena adanya konsensus (pertarungan dan perebutan pengaruh) politik. Berbeda dengan itu semua, masuknya Islam di kalangan Mongol an sich karena faktor budaya dan kesadaran para pelakunya untuk meyakini Islam sebagai ajaran tauhid yang dianutnya. Dengan demikian, jarang terlihat pertempuran di kalangan Mongol yang timbul sebagai implikasi persoalan agama.[2] Kebanyakan konflik yang terjadi baik di internal mereka, maupun kalangan Mongol dengan dunia luar karena motivasi pelebaran kekuasaan, dan perebutan pengaruh di internal keluarga (misalnya perebutan jabatan Khan Agung). Oleh karena itu dapat dipahami bahwa kesadaran keberagamaan di kalangan Mongol Islam memang benar-benar atas penjiwaan dan keyakinan yang utuh terhadap ajaran tauhid tersebut, bahkan tidak jarang mereka berani mempertaruhkan nyawanya demi mempertahankan keyakinan terhadap ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini mencoba untuk membahas tentang Dinasti Timuriah yang didirikan oleh Timur Lang keturunan dari Dinasti Chaghtai yang masih dalam silsilah Chengis Khan.

B.       Sejarah Berdirinya Kerajaan Timuriah
Dalam sejarah Islam, Timuriah menunjuk pada suatu dinasti yang berkuasa di seluruh daratan Persia dan Asia Tengah pada akhir abad ke-14 sampai abad ke-15. Dinasti ini dibangun dan diperintah oleh Timur Lang dan keturunannya yang mengaku masih keturunan Chengis Khan, penguasa tertinggi Kerajaan Mongol Raya. Kehadiran Dinasti Timuriah mewakili gelombang besar ketiga perpindahan dan penaklukan suku bangsa Asia Tengah ke jantung dunia Islam. [3]
Timur Lang merupakan keturunan Mongol yang sudah masuk Islam dimana sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Dia berhasil menaklukkan Toghluk Temur dan Ilyas Khoja, dan kemudian juga melawan Amir Hussain (iparnya sendiri). Dan dia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Jagati dan turunan Chengis Khan.[4]
     Timur Lang adalah penguasa terkemuka terakhir Mongolia. Sebagaimana telah disebutkan, dia datang dari Timur memimpin pasukan dalam jumlah yang sangat besar dengan melakukan penaklukan demi penaklukan. Tidak ada seorang pun yang pernah menjumpainya dibiarkannya hidup.  Timur Lang adalah seorang Muslim Syiah yang fanatik. Ia menyadari bahwa dirinya adalah seorang thaghut yang kejam, senang menumpahkan darah dan kehancuran. Karena itu, tentaranya menyukai kehancuran total.[5]
Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancuran akibat serangan bangsa Mongol di bawah Hulaghu Khan, malapateka yang tidak kurang dahsyatnya datang kembali, yaitu serangan yang juga dari keturunan bangsa Mongol. Berbeda dari Hulaghu Khan dan keturunannya pada Dinasti Ilkhan, penyerang kali ini sudah masuk Islam, tetapi sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh Timur Lang, yang berarti Timur si Pincang/Lame.[6]
Sang penakluk ini lahir 9 April 1336 M di kota Kesh (sekarang Khakhrisyabz, “kota hijau”, Uzbekistan), sebelah selatan Samarkand di Transoxiana dan meninggal di Otrar pada tahun 1404 M. Ayahnya bernama Amir Turghay[7], kepala suku Barlas, keturunan Karachar Noyan yang menjadi menteri dan kerabat Jaghtai, putera Chengis Khan. Suku Barlas mengikuti Jaghtai mengembara ke arah Barat dan menetap di Samarkand. Turghay menjadi gubernur Kesh. Keluarganya mengaku keturunan Chengis Khan sendiri.
Ahli sejarah, Sykes, mencatat ayah Timur Lang yaitu Amir Turghay, di tubuhnya mengalir darah murni Turki.[8] Dari garis keturunan ibunya, Takhimah, adalah keturunan dari Chengis Khan, maka dari itu ia juga disebut Dinasti Chaghtai. Lamb menyebut Timur adalah pemimpin bangsa Tartar, di sini ada dua pendapat Timur dan turunannya dari Turki atau Tartar. Helda Hukham mengatakan Tamburlaine disebut sebagai orang Chaghtai-Mongol berdasarkan:
Timur diresmikan 10 April 1370 M menjadi sebagai penguasa Muslim yang berdaulat di Asia  Tengah, ia mengumumkan dirinya sebagai keturunan Dinasti Chaghtai dan pelindung serta pelanjut dinasti tersebut.[9]
SILSILAH DINASTI TIMURIAH[10]

                        Amir Turghan                          Takhima Katun


(I)                                                       Timur Lang  (Lahir 9 April 1336 M-Wafat 18 Januari 1406 M)                                                                                         (Pendiri Dinasti Timuriah)


 
(II) Khalil Shah                    (III) Shah Rukh                     (VII) Abu Sa’idi                                                          Cucu (1404-1409 M)                      (1439-1447 M)                                    (1457-1467 M)


 
(IV) Ulugh Begh   (VII)Sultan Ahmad  Umar Shekh Mirza (IX)Sultan Mahmud                                                                1467-1493M                1487-1493M      (Penguasa Fargana)          1493-1494M                                                                                                                                                                                                                                      1467-1493M
           
                                    (V) Abdul Latif (1449 M)           Zahirudin Babur (1526-1530 M)

                                    (VI) Babur (1449-1452 M)


Sejak usia masih sangat muda, keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa sudah terlihat. Ia sering diberi tugas untuk menjinakkan kuda-kuda binal yang sulit ditunggangi dan memburu binatang liar. Sewaktu berumur 12 tahun, ia sudah terlihat dalam beberapa peperangan dan menunjukkan kehebatan dan keberanian yang mengangkat dan mengharumkan namanya di kalangan bangsanya. Akan tetapi, baru setelah ayahnya meninggal, sejarah keperkasaannya bermula setelah Jaghtai  wafat, masing-masing Amir melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Timur Lang mengabdikan diri pada Gubernur Transoxiana, Amir Qazaghan. Ketika Qazaghan, Amir Husain, mengangkat senjata memberontak terhadap Tughluq Temur.
            Timur Lang berhasil mengalahkan Tughluq Temur dan Ilyas Khoja. Keduanya dibinasakan dalam pertempuran. Ambisi Timur Lang untuk segera menjadi raja besar segera muncul. Ketika ambisi itulah ia kemudian berbalik memaklumkan perang melawan Amir Husain, walaupun iparnya sendiri. Dalam pertempuran antara keduanya, ia berhasil mengalahkan dan membunuh Amir Husain di Balkh. Setelah itu ia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Chagatai dan turunan Chengis Khan, pada 10 April 1370 M.  Sepuluh tahun pertama pemerintahannya, ia berhasil menaklukkan Jata dan Khawarizm dengan sembilan ekspedisi.[11]
            Setelah Jata dan Khawarizm dapat ditaklukkan, kekuasaannya mulai kokoh. Ketika itulah Timur Lang mulai menyusun rencana untuk mewujudkan ambisinya untuk menjadi penguasa besar, dan berusaha untuk menaklukkan daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Chengis Khan. Ia berkata, “Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka bumi seharusnya hanya ada seorang raja.”[12]


  1. Masa Perkembangan dan Kemajuan Dinasti Timuriah
Pada tahun 1381 M, Timur Lang menyerang dan berhasil menaklukkan Khurasan. Setelah penaklukkan Khurasan, Timur Lang juga menyerang Herat, dan ia juga keluar sebagai pemenang. Ia tidak berhenti sampai di situ, tetapi terus melakukan serangan-serangan ke negeri-negeri lain dan berhasil menduduki negeri-negeri seperti Afganistan, Persia dan Fars dan Kurdistan. Di setiap negeri yang ditaklukkannnya, ia membantai penduduk yang melakukan perlawanan. Di Sabzawar, Afganistan, bahkan ia membangun menara, disusun dari 2000 mayat manusia yang dibalut dengan batu dan tanah liat. Di Isfa, ia membantai lebih kurang 70.000 penduduk. Kepala-kepala dari mayat itu dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi menara. Ia menghancurkan wilayah itu dan menyapu bersih seluruh kota dean mamaksanya dengan cara tidak berprikemanusiaan. Timur Lang menyerang Rusia dan memaksa Taktamish, penguasa Golden Horde, untuk menyerahkan daerah kekuasaan dan melarikan diri ke Eropa. Tentara Taktamish bergabung dengan tentara Timur Lang, maka sejarah kekuasaan Dinasti Golden Horde selama 150 tahun berakhir.[13]
Dari sana ia melanjutkan ekspansinya ke Irak, Syiria, dan Anatolia (Turki). Tahun 1393 M ia menghancurkan Dinasti Muzhaffari di Fars dan membantai amir-amirnya yang masih hidup. Pada tahun itu pula Bagdad dijarahnya, dan setahun kemudian ia berhasil menduduki Mesopotamia. Penguasa Bagdad itu, Sultan Ahmad Jalair, melarikan diri ke Syiria. Ia kemudian menjadi Vassal dari Sultan Mesir, Al-Malik al-Zahir Barquq. Penguasa Dinasti Mamalik yang berkuasa di Mesir ini adalah satu-satunya raja yang tidak mau dan tidak berhasil ditundukkannya. Utusan-utusan Timur Lang yang dikirim ke Mesir untuk perjanjian damai, sebagian dibunuh dan sebagian lagi diperhinakan, kemudian disuruh pulang ke Timur Lang. Mesir sebagaimana pada masa serangan Hulaghu Khan kembali selamat dari serangan bangsa Mongol. Karena Sultan Barquq tidak mau mengekstradisi Ahmad Jalair yang berada dalam perlindungannya, Timur Lang kemudian melancarkan invasi ke Asia Kecil menjarah kota-kota, Takrit, Mardin dan Amid. Di Takrit, kota kelahiran Salahuddin al-Ayyubi, ia membangun sebuah piramida dari tengkorak kepala korban-korbannya.
            Pada tahun 1395 M ia menyerbu daerah Qipchak (Golden Horde), kemudian menaklukkan Moskow yang didudukinya selama lebih satu tahun. Tiga tahun kemudian ia menyerang India. Konon alasan penyerbuannya adalah karena ia menganggap penguasa Muslim di daerah ini terlalu toleran terhadap penganut Hindu. Ia sendiri berpendapat, semestinya penguasa Muslim itu memaksankan Islam kepada penduduknya. Di India, Ia membantai lebih dari 80.000 tawanan. Dalam rangka pembangunan masjid di Samarkand, ia membutuhkan batu-batu besar. Untuk itu 90 ekor gajah dipekerjakan mengangkat batu-batu besar itu dari Delhi ke Samarkand.
            Setelah fondasi masjid dibangun, tahun 1399 M Timur Lang berangkat memerangi Sultan Mamalik di Mesir yang membantu Ahmad Jalair, penguasa Mongol di Bagdad yang lari ketika ia menduduki kota itu sebelumnya, dan memerangi kerajaan Usmani di bawah Sultan Bayazid I. Dalam perjalanannya itu, ia menaklukkan Georgia. Di Sivas, Anatolia sekitar 4000 tentara Armenia dikubur hidup-hidup untuk memenuhi sumpahnya bahwa darah tidak akan tertumpah bila mereka menyerah.
            Pada tahun 1401 M ia memasuki daerah Syiria bagian Utara. Tiga hari lamanya Aleppo dihancurleburkan. Kepala dari 20.000 penduduk dibuat piramida setinggi 10 hasta dan kelilingnya 20 hasta dengan wajah mayat menghadap keluar. Banyak bangunan seperti sekolah dan masjid berasal dari zaman Nuruddin Zanki dan Ayyubi dihancurkan. Hamah, Horns dan Ba’labak berturut-turut jatuh ke tangannya. Pasukan Sultan Faraj dari Kerajaan Mamalik dapat dikalahkannya dalam suatu pertempuran dahsyat sehingga Damaskus jatuh ke tangan pasukan Timur Lang pada tahun 1401 M. Akibat peperangan itu, masjid Umayyah yang bersejarah rusak berat, tinggal dinding-dindingnya saja yang masih tegak. Dari Damaskus para seniman ulung dan pekerja atau tukang yang ahli dibawanya dari Samarkand. Ia memerintahkan ulama yang menyertainya untuk mengeluarkan fatwa membenarkan tindakannya itu. Setelah itu serangan dilanjutkan ke Bagdad. Ketika Bagdad berhasil ditaklukkan, ia melakukan pembantaian besar-besaran terhadap 20.000 penduduk sebagai pembalasan atas pembunuhan terhadap banyak tentaranya sewaktu mengepung kota itu. Di sini, seperti kebiasannya ia kemudian mendirikan 120 buah piramida dari kepala mayat-mayat sebagai tanda kemenangan.
            Kerajaan Usmani oleh Timur Lang dipandang sebagai tantangan terbesar, karena kerajaan ini banyak menguasai daerah bekas Imperium Chengis Khan dan Hulaghu Khan. Bahkan Sultan Bayazid, penguasa tertinggi daerah ini sebelumnya berhasil meluaskan daerah kekuasannya ke daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh Timur Lang. Karena itu, Timur Lang sangat berambisi untuk meluaskan daeah kekuasaannya ke daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh Timur Lang. Karena alasan itu, Timur Lang berambisi mengalahkan kerajaan ini. Ia mengerahkan bala tentaranya untuk mengalahkan Bayazid I. Di Sivas terjadi peperangan hebat antara dua pasukan itu. Timur Lang keluar sebagai pemenang dan putera Bayazid I, Erthugrul, terbunuh dalam pertempuran tersebut. Pada tahun 1402 M terjadi peperangan yang menentukan di Ankara. Tentara Usmani kembali menerima kekalahan, sementara Sultan Bayazid sendiri tertawan ketika hendak melarikan diri. Bayazid akhirnya meninggal dalam tawanan. Timur Lang melanjutkan serangannya ke Brossea, ibukota lama Turki, dan Syiria. Setelah itu ia kembali ke Samarkand untuk melancarkan invasi ke Cina. Namun, di tengah perjalanan, tepatnya di Otrar, ia menderita sakit yang membawanya kepada kematiannya. Ia meninggal tahun 1406 M dalam usia 71 tahun. Jenazahnya dibawa ke Samarkand untuk dimakamkan dengan upacara kebesaran.[14]
D.      Hasil-Hasil Karya Pada Masa Dinasti Timuriah
Sekalipun ia terkenal sebagai penguasa yang sangat ganas dan kejam terhadap para penentangnya, sebagai seorang Muslim Timur Lang tetap memperhatikan perkembangan Islam. Bahkan dikatakan, ia adalah seorang yang saleh. Konon, ia adalah penganut Syiah yang taat dan menyukai tasawuf tarekat Naqsabandiyah. Dalam perjalanan-perjalanannya ia selalu membawa serta ulama-ulama, sastrawan dan seniman. Ulama dan ilmuwan dihormatinya. Ketika berusaha menaklukkan Syiria bagian Utara, ia menerima dengan hormat sejarawan terkenal, Ibn Khaldun, yang diutus Sultan Faraj untuk membicarakan perdamaian. Kota Samarkand diperkaya dengan bangunan-bangunan dan masjid yang megah dan indah. Di masa hidupnya kota Samarkand menjadi pasar internasional, mengambil alih kedudukan Bagdad dan Tabriz. Ia datangkan tukang-tukang yang ahli, seniman-seniman ulung, pekerja-pekerja yang pandai, dan perancang-perancang bangunan dari negeri-negeri taklukannya; Delhi, Damaskus dan lain-lain. Ia meningkatkan perdagangan dan industri di negerinya dengan membuka rute-rute perdagangan yang baru antara India dan Persia Timur. Ia berusaha mengatur administrasi pemerintahan dan angkatan bersenjata dengan cara rasional dan berjuang menyebarkan Islam.
E.       Masa Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Timuriah
Setelah Timur Lang wafat, dua orang anaknya, Muhammad Jahanekir dan Khalil, berperang memperebutkan kekuasaan. Khalil (1404-1405 M) keluar sebagai pemenang. Akan tetapi, ia hidup berfoya-foya dan menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan ayahnya. Karena itu saudaranya yang lain, Shah Rukh (1405-1447 M), merebut kekuasaan dari tangannya. Shah Rukh berusaha mengembalikan wibawa kerajaan. Ia seorang raja yang adil dan lemah lembut. Setelah wafat ia diganti oleh anaknya, Ulugh Bey (1447-1449 M), seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti. Namun, masa kekuasaannya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh anaknya yang haus kekuasaan, Abdal Latif (1449-1450 M). Raja besar Dinasti Timuriah yang terakhir adalah Abu Sa’id (1452-1467 M).[15] Dalam turunan Timur, Abu Sa’id yang paling tinggi dalam memerintah dan mengamalkan ajaran agama. Periode ini merupakan kejayaan tarekat, maka sufi dan alim ulamanya banyak berkumpul di istananya. Kedudukan Syakh al-Islam sangat dibatasi. Ia wafat dalam peperangan (1467 M). Penggantinya Ahmad dan Muhammad, (kedua puteranya). Puteranya yang lain, Umar Shaikh Mirza menjadi penguasa Fargana, dan dari Umar inilah melahirkan pendiri Dinasti Mughal di India, yaitu Babur. Penguasa terakhir dinasti ini , Baykara, cucu Sakh Rukh menguasai politik dan memindahkan ibukota ke Herat. Periode ini kharisma kerajaan pulih kembali. Banyak bermunculan tokoh, ilmuwan, penyair, pelukis dan budayawan. Dengan meninggalnya Baykara, berakhirlah kekuasaan Dinasti Timuriah.[16]
Sepeninggal Timur Lang, daerah kekuasaan yang tadinya luas menjadi sempit. Selama satu abad pemerintahan, perluasan wilayah hanya sampai pada batas wilayah Persia saja. Hal ini dikarenakan para penggantinya hampir semuanya berhasil dalam ilmu pengetahuan dan budaya, namun kebanyakan mereka sangat lemah dalam urusan negara. Hanya Shah Rukh 1405-1447 M berhasil dalam adminstrasi penguasa terakhir, Husein Baykara 1468-1506 M, meskipun berhasil dan dapat mengembalikan kejayaan Dinasti Timuriah, namun wilayah kekuasaannya hanya bertahan di daerah Afghanistan (Heart), dan sekitarnya. Akhirnya ia tidak mampu membendung arus kekuatan Safawi yang muncul awal abad XVI M.[17]
F.   Penutup
Sebagaimana yang telah diungkap dalam pendahuluan bab ini bahwa infiltrasi masuknya Islam di kalangan Mongol, sama sekali berbeda dengan daerah-daerah taklukan Islam yang lain. Biasanya, Islam hadir, karena adanya pertarungan ideologi kepentingan ekonomi, dan yang lebih sering karena adanya konsensus (pertarungan dan perebutan pengaruh) politik. Berbeda dengan itu semua, maka masuknya Islam di kalangan Mongol  an sich karena faktor budaya dan kesadaran para pelakunya untuk meyakini Islam sebagai ajaran tauhid yang dianutnya. Dengan demikian, jarang terlihat pertempuran di kalangan Mongol yang timbul sebagai implikasi persoalan agama.[18]
Kebanyakan konflik yang terjadi baik di kalangan internal mereka, maupun kalangan Mongol dengan dunia luar adalah disebabkan adanya motivasi pelebaran kekuasaan dan perebutan pengaruh di internal keluarga (misalnya perebutan jabatan Khan Agung). Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa kesadaran keberagamaan di kalangan Mongol Islam memang benar-benar atas penjiwaan dan keyakinan yang utuh akan ajaran tauhid tersebut. Bahkan tidak jarang mereka berani mempertaruhkan nyawanya demi mempertahankan keyakinan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut terbukti dari perjalanan Dinasti Timuriah dari awal sampai akhir.










DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim, Islam di Asia Tengah: Sejarah Dinasti Mongol Islam. Yogyakarta: Bagaskara, 2006.
Ahmad al-‘Usairy, Sejarah Islam. Jakarta: Akbar, 2007.
Ahmad Syafii Ma’arif, Pesona Islam Mongol: Sebuah Pengantar Ringkas. Yogyakarta: Bagaskara, 2006.
Ahmed Ashrafuddin, Maddhyajuger Muslim Itihash (1258-1800 M). Dhaka: Cayonika Press.
P.K. Sykes, A Histoty of Persia. London: Cambridge University Press, 1921.
Tim Penyusun Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1992.


[1]  Ahmad Syafi’i Ma’arif, Pesona Islam Mongol: Sebuah Pengantar Ringkas (Yogyakarta: Bagaskara, 2006), hal. V.
[2] Ibid.
[3] Tim Penyusun Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1992). hal. 155.
[5] Ahmad al-‘Usairy, Sejarah Islam (Jakarta: Akbar, 2007), hal. 326-327.
[6]  Sykes, A History, hal. 119-121. Bagaiman Timur menjadi Lang ada berbeda informasi. Ahmed mencatat ada dongeng seorang darwesh (sufi/sakti: Persi) dari Transoxiana meramalkan bahwa Timur bakal akan menjadi seorang  besar, kuat dan terkenal sebagai penghancur peradaban dan pembunuh massal. Maka darwesh tersebut memukulnya dengan tongkat, menyebabkan Timur Lang selama-lamanya. Ibn Arabshah, Tajuk e-Timuri: Saat Timur mencuri domba, pemilik domba menyerang dan memukulnya menyebabkan ia menjadi Lang selamanya. Kuburan Timur digali lagi (1941) oleh para ahli fosil Rusia, dibawa ke Moscow dan menghasilkan: ia terkena pukulan/tekanan berat maka satu kaki dan tangannya menjadi lumpuh. Mereka menyimpulkan, mungkin Timur sejak bayi sudah lumpuh atau karena tekanan benda keras atau pukulan keras ia lang untuk selamnya. Sementara Abdul Karim, Islam di Asia Tengah menyatakan bahwa perang di Sijistan membuatnya lumpuh. Ini didukung oleh ahli sejarah modern baik Timur maupun Barat. Ada pendapat yang mengatakan bahwa di masa kecil, Timur menghabiskan waktunya untuk menggembala kambing, dan julukan Lang di belakang namanya yang berarti pincang diberikan karena cacat pada salah satu kakinya akibat luka yang diderita ketika mencuri kambing. (Lihat. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, PT. Ichitiar Baru Van Hoeve, hal. 156).
[7] Nama lain: Taimur, Timurlane, Timurlong, Tamberlane, Tamarlane, dan lain-lain. Predikat Lang, para ahli menemukan informasi bervariasi. Ia sendiri tidak memakai gelar kerajaan. Sejarawan Asia menyebut: Amir Taimur Gurgan.
[8]  P.K. Sykes. A History of Persia (London: Cambridge University Press, 1921), hal. 119-121.
[9]  Ahmed Ashfaruddin, Maddhyajuger Muslim Itihash (1258-1800 M). Dhaka:Cayonika Press, hal. 99.
[10] Abdul Karim, Islam Di Asia Tengah: Sejarah Dinasti Mongol-Islam (Yogyakarta: Bagaskara, 2006) hal. 52.
[11]  Ibid. hal. 56.
[12]  Ibid. hal. 57.
[13] Ibid.
[14] Ibid. Hal. 58.
[15]  Pada masa ini kerajaan mulai terpecah belah. Wilayah kerajaan yang luas itu diperebutkan oleh dua suku yang baru muncul ke permukaan, Kara Konyulu (domba hitam) dan Aka Konyulu (domba putih). Abu Sa’id sendiri terbunuh ketika bertempur melawan Uzun Hasan, penguasa Aka Konyulu.
[16] Abdul Karim, Op.cit. hal. 59.
[17] Ibid. hal. 60.
[18]  Ibid. hal. vi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar