Minggu, 02 Februari 2014

AL-ANSAB

I.    PENDAHULUAN
Memusatkan studi pada nasab dalam Historiografi Islam, biasanya dimaksudkan untuk menyajikan apa-apa yang pernah dilakukan oleh ahli-ahli sejarah pada permulaan Islam yang penuh dengan gaya yang menyenagkan dan meninggalkan kesan yang mendalam. 
Al-Ansab memuat silsilah keturunan bangsa Arab, dan mereka merasa bangga apabila berasal dari keturunan yang terhormat. Pengetahuan tentang al-ansab di kalangan bangsa Arab telah ada sebelum Islam datang akan tetapi ia belum dapat dijadikan sebagai dasar awal penulisan sejarah dalam Islam.

Pengetahuan yang mereka miliki itu sebatas pada hafalan terhadap garis keturunan mereka, dan baru pada masa awal setelah datangnya Islam, al-ansab dijadikan sebagai objek kajian sejarah. Selanjutnya berkembang seiring dengan kemajuan yang dicapai ummat Islam dalam berbagai aspek termasuk ilmu pengetahuan sehingga melahirkan karya-karya yang menarik untuk dijadikan sebagai bahan penelitian.

II.    FOKUS MASALAH
Sebagai  fokus masalah dalam pembahasan makalah ini adalah  silsilah keturunan bangsa Arab yang merupakan kerangka garis keturunan dan menjadi materi penelitian penulisan  sejarah pada masa awal Historiografi Islam dan al-ansab/silsilah ini memuat asal muwasal garis keturunan bangsa Arab sampai kepada Nabi SAW. 

III.    PEMBAHASAN
A. Pengetian Al-Ansab
Al-Ansab, jamak dari nasb artinya silsilah, yaitu pengetahuan yang harus dihapal oleh setiap kabilah tentang asal usul dan anggota keluarganya agar tetap murni, karena nasab adalah yang dibanggakan terhadap kabilah-kabilah lain Karena nasab yang terhormat dan mulia adalah suatu kebanggaan bagi tiap-tiap kabilah. 

B.    Al-Ansab Pra Islam
Bentuk tradisi Arab sebelum Islam yang mengandung informasi sejarah adalah al-ansab. Sejak masa Jahiliyah orang-orang Arab sangat memperhatikan dan memelihara pengetahuan tentang nasab. Ketika itu pengetahuan tentang nasab ini merupakan salah satu cabang pengetahuan yang dianggap penting. Setiap kabilah menghapal silsilahnya. Semua anggota keluarga menghapal agar tetap murni, dan sisilah itu dibanggakan terhadap kabilah-kabilah lain.
Pada masa pra Islam masalah al-ansab telah menjadi hal yang penting dikalangan bangsa Arab namun hal itu belum dapat dikatakan sebagai suatu bentuk ekspresi kesadaran sejarah. Dan pada masa selanjutnya setelah Islam datang di jazirah Arab maka bermunculanlah para ahli sejarah dalam berbagai aliran. Dan Aliran yang banyak menulis sejarah tentang al-ansab adalah aliran Irak. Tulisan ini merupakan karya para sejarawan pada masa itu yang bersumber dari kenyataan bukan dongeng, legenda-legenda, tradisi arab masa pra Islam yang banyak mengandung ketidak benaran. Maka penulisan masa aliran Iraq ini  dapat dikatakan sebagai awal dari penulisan sejarah tentang al-ansab.
Ada beberapa alasan yang mengapa al-ansab pada masa sebelum islam belum dapat dikatakan sebagai suatu ekspresi kesadaran sejarah yaitu :
1.    Pada masa sebelum Islam perhatian terhadap geneologi (silsilah/nasab) itu belum mengambil bentuk tradisi tulis, karena orang-orang yang memperhatikan nasab memelihara pengetahuan mereka itu dalam bentuk hafalan.
2.    Banyak pengetahuan genealogi ini yang lenyap bila tidak ada yang menghapalnya.
3.    Hapalan tentang nasab-nasab yang juga berupa kisah-kisah sejarah itu, di dalamnya terdapat mitos-mitos dan dongeng-dongeng tertentu yang berkenaan dengan nasab bersangkutan.
4.    Dengan tradisi nasab ini penduduk Arab Utara tidak sampai kepada sejarah “umum”  yang mengikuti tiap kabilah, karena mereka belum mengenal arti tanah air, di samping karena keadaan hidup mereka yang nomaden itu tidak mempersatukan mereka dalam satu kesatuan masyarakat.  

C.    Historiografi awal Al-Ansab
Bentuk-bentuk dasar historiografi Islam seluruhnya berkembang pada abad-abad permualaan Islam, dan perkembangan itu berfariasi sesuai dengan kondisi  masyarakat Islam pada waktu itu. Selanjutnya tidak banyak lagi mengalami perkembangan yang menonjol termasuk penciptaan bentuk-bentuk baru, kecuali penulisan yang berbentuk puisi. Dan ini merupakan salah satu sarana sejarah.
Keinginan kepada nasab sudah ada semenjak permulaan penulisan sejarah Islam. Keinginan inipun sebelumnya sudah merupakan kebiasaan pada masyarakat Arab sebelum Islam.
Selama dua abad pertama periode Islam hubungan family yang sudah merupakan suatu yang sangat penting pada masa sebelum Islam di dalam masyarakat Arab masih tetap berlaku. Suku Qaraisy dan Bani Hasyim serta keturunan Ali atau keturunan dari pahlawan-pahlawan Islam tetap mendapatkan posisi penting dalam masyarakat.
Selama abad kedelapan dan kesembilan Masehi ahli-ahli filologi kuno pada saat yang sama juga ahli dalam bidang garis keturunan. Karya-karya mereka merupakan bentuk khabar yang berisi kumpulan berbagai kelompok kabilah. Salah satu monograf yang berkenaan dengan garis keturunan yang mula-mula sekali adalah kitab Hadzfu min nasab Quraisy yang berkenaan dengan keturunan keluarga kecil suku Quraisy yang tidak termasuk Nabi Muhammad SAW. yang disusun oleh Mu’arrij ibn Amr al-Sadusi yang di dalam beberapa hal lebih tua dengan Hisyam al-Kalbi yang semasa dengannya, dan karya kecilnya memberikan tanggal yang lebih banyak dari karya yang terakhir ini.  

D.    Perkembangan Penulisan Nasab dalam Islam
Islam memberikan dimensi baru terhadap studi nasab dan lembaga diwan yang diciptakan oleh khalifah Umar ibn Khattab menambah kesegaran dalam bidang ini. Pada masa Bani Umayyah I pengetahuan menganai nasab  mendapat perlindungan dari khalifah.
Rangsangan untuk melakukan studi garis keturunan juga berasal dari konflik yang terjadi antara kabilah dan kecenderungan mereka dalam kelompok-kelompok politik. Munculnya aristokrasi dan strata sosial baru dalam Islam pada masa Bani Umayyah juga menjadi penyebab keinginan dalam menggali silsilah keturunan.
Pada akhir Daulah Umayyah I gerakan syu’ubiyah  juga merupakan salah satu faktor berkembangnya studi nasab.  Syair-syair Arab baik pada masa sebelum dan sesudah Islam, pada periode Bani Umayyah banyak menyajikan nasab secara terinci mengenai keagungan nenek moyang dari kelompok-kelompok bangsa Arab. Dan pada waktu itu unsur Nasab sangat menentukan dalam menempatkan sesurang pada posisi di bidang kemiliteran dan pemerintahan.
Kelompok professional pertama dalam bidang nasab abad ke dua Hijriyah bukan hanya menulis nasab untuk keluarga dan kabilah tertentu tetapi untuk beberapa keluarga dan kabilah. Dan pada masa itu pula cerita-cerita khabar  yang sebelumnya lebih banyak disampaikan secara lisan, mulai dilakukan penulisannya oleh penulis-penulis sejarah.   Keinginan yang ditunjukkan oleh pelopor-pelopor permulaan dalam mengumpulkan data garis keturunan akhirnya menghasilkan penyusunan beberapa monograf berharga pada periode selanjutnya. Karya-karya yang mengandung nasab banyak bermunculan.
Al-Zubairi ibn Abu Bakkar ibn Abdullah ibn Mush’ab al-Zubairi mempesiapkan karyanya mengenai nasab Quraisy dengan dua jilid. Selanjutnya Abu al-Mundzir Hisyam ibn Muhammad ibn al-Saib ibn Basyar al-Kalbi (wafat 763 M) lahir di Kufah,  adalah seorang ahli nasab  yang sangat berperan dalam meneliti nasab, hingga karya-karyanya  banyak dimanfaatkan oleh ahli-ahli sejarah.
Al-Kalbi melakukan penelitiannya dengan mempelajari syair-syair Arab yang banyak mengandung silsilah keturunan. Diantara karya-karyanya adalah al-Nasab al-Kabir yang isinya meliputi nasab kabilah-kabilah Arab terkemuka dari kabilah tersebut.
AL-Kalbi memberikan uraian secara terperinci  periode beberapa Nabi selama 1900 tahun antara Musa dengan Isa, yang menurut perhitungannya ada sekitar 1000 Nabi yang telah diutus. Adapun periode antara Isa dan Muhammad SAW. adalah 443 tahun. Bila dihitung semenjak kejadian bumi sampai munculnya Nabi Muhammad SAW. ada sekitar 5500 tahun. Uraian ini diperolehnya dari sumber-sumber Yahudi melalui Abdullah ibn Abbas. Walupun akhirnya karyanya ini mendapat kritikan yang keras dari Imam Ahmad ibn Hambal yang mengatakan bahwa Tafsir al-Kalbi merupakan kumpulan kedustaan semenjak awal sampai akhir.
Selain al-Kalbi tokoh nasab yang terkenal adalah al-Baladzuri dengan karyanya al-Ansab al-Asyraf .  Karyanya ini banyak dipergunakan oleh penulis-penulis sejarah sesudahnya seperti Ibn al-Atsir dalam karyanya al-Kamil fi al-Tarikh, dan karya-karya nasab lainnya yang berkembang di dunia Islam. Kajian tentang nasab ini berkembangbegitu luas di dalam historiografi Islam, bahkan seorang penulis berusaha menyajikan garis keturunan yang lengkap sampai kepada daftar istri dan anak-anak penguasa.
Pada masa awal  ada beberapa manfaat yang didapatkan dalam melakukan kajian tentang nasab, di antaranya adalah:
1.    Untuk kepentingan kaum Quraisy.
2.    Munculnya rasa kefanatikan pengikut Ali ibn Abi Thalib.
3.    Adanya keinginan mengagungkan tradisi lama suku-suku Arab.
4.    Kebanggaan para Khalifah dan tokoh-tokoh Arab dan Persia pada waktu itu terhadap garis keturunan mereka.

E.    Letak Geografis Jazirah Arab
Jazirah Arab merupakan suatu daerah berupa pulau yang berada di antara benua Asia dan Afrika, seolah-olah daerah Arab itu sebagai hati bumi (dunia). Ia dikelilingi oleh sungai-sungai dan lautan sehingga terlihat seperti jazirah (pulau). 
Sebelah barat daerah Arab dibatasi oleh Laut Merah, sebelah Timur dibatasi oleh Teluk Persia dan Laut Oman atau sungai-sungai Tigris dan Eufrat sebelah Selatan dibatasi oleh laut Hindia dan sebelah Utara oleh Sahara Tiih (lautan pasir yang ada di antara negeri Syam dan sungai Furrat). Itulah sebabnya daerah Arab itu terkenal sebagai pulau dan dinamakan Jaziratul-Arabiyah.   

B. Asal-usul Bangsa Arab
Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah, mereka termasuk ras atau campuran bangsa Caucasoid, dalam sub ras mediterranean, yang anggotanya meliputi wilayah sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arabia dan Irania.
Bila dilihat dari asal-usul keturunan, penduduk Jazirah Arab dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Qahthaniyun (keturunan Qahthan) dan keturunan ‘Adnaniyun (keturunan Ismail dan Ibrahim). Pada mulanya, wilayah Utara diduduki golongan ‘Adnaniyun dan wilayah Selatan didiami golongan Qahthaniyun. Akan tetapi lama-kelamaan kedua golongan ini membaur karena perpindahan-perpindahan dari Utara ke Selatan atau sebaliknya.  
Demikian juga dijelaskan oleh Husein Nashhar bahwa Bangsa Arab  itu dibagi menjadi dua, yakni Qahtan dan Adnan. Qahtan semula berdian di Yaman, namun setelah hancurnya bendungan Ma’rib sekitar tahun 120 SM. Mereka berimigrasi ke utara dan mendirikan kerajaan Hijrah dan Gassan. Sedangkan Adnan adalah keturunan Ismail ibn Ibrahim yang banyak mendiami Arabia dan Hijaz.

Keturunan arab tidak bisa dilepaskan dari Sejarah Nabi Ibrahim yang membuka pertama kali kehidupan di Hijaz yaitu didekat Baitul Haram. Sudah diketahui Bahwa Nabi Ibrahim AS Hijrah dari Iraq ke Haran, termasuk ke Palestina, dan menjadikan negeri itu sebagai pijakan dakwahnya. Beliau banyak menyusuri negeri ini dengan setitik harapan, hingga akhirnya beliau sampai ke Mesir. Fira’un Penguasa Mesir saat itu merencanakan siasat buruk terhadap istri beliau Siti Sarah , Namun Allah justru mengembalikan Jeratan itu ke lehernya. Hingga akhirnya Firaun tahu kedekatan Siti Sarah dengan Allah. Untuk itu dia menghadiahkan putrinya sendiri, Hajar untuk menjadi Pembantu Sarah, Sebagai pengakuan terhadap keutamaan Sarah, dan akhirnya Sarah mengawinkan Hajar dengan Ibrahim. Dan hasil dari perkawinan tersebut lahirlah Ismail as.
Ibrahim as kembali ke Palestina dan Allah menganugerahkan Ismai’l dari Hajar. Sarah terbakar api cemburu. Dia memaksa Ibrahim untuk melenyapkan hajar dan putranya yang masih kecil, Ismail. Maka beliau membawa keduanya ke Hijaz, rasa gundah menggelayuti pikiran Ibrahim, Beliau menoleh kekiri dan kekanan, lalu meletakkan putranya ke dalam tenda, tepatnya didekat mata air zam-zam. Saat itu di Makkah tak ada satupun manusia dan tidak ada mata air. Beliau meletakkan geriba, wadah air didekat Hajar dan Isma’il,juga korma. Setelah itu Beliau kembali lagi kePalestina. Beberapa hari tak lama kemudian, bekal dan air telah habis, sementara tak ada mata air yang mengalir. Tiba-tiba mata air Zam-zam memancar berkat karunia Allah, sehingga bisa menjadi sumber penghidupan bagi keduanya.
Suatu Kabilah dari Yaman (Jurhum kedua ) datang disana, dan atas perkenan Ibu Ismail mereka menetap disana, sebelum itu mereka sudah biasa melewati jalur Makkah. Ada yang mengatakan mereka sudah ada disana sebelum itu, menetap dilembah-lembah pinggir kota Mekkah. Adapun riwayat Al Bukahry menegaskan bahwa mereka singgah di Makkah setelah kedatangan Ismail dan Ibunya, sebelum Ismai’l remaja. Mereka sudah biasa melewati jalur Makkah sebelum itu. Sebelum remaja Ismail belajar bahasa Arab dari Kabilah Jurhum. Karena merasa tertarik kepadanya, maka mereka mengawinkannya dengan salah seorang wanita dari golongan mereka. Saat itu Ibu Ismail telah meniggal dunia. Suatu saat Ibrahim hendak menjenguk keluarga yang ditinggalkannya, Maka beliau datang setelah pernikahan itu. Tatkala tiba dirumah Isma’il, beliau tidak mendapatkan Isma’il. Maka beliau bertanya kepada Istrinya, bagaimana keadaan mereka berdua. Istri Ismail mengeluhkan kehidupan mereka yang melarat. Maka Ibrahim menitip pesan, agar Istrinya menyampaikan kepada Isma’il untuk merubah palang pintu rumahnya. Setelah diberitahu, Ismai’l mengerti maksud pesan Ayahnya. Maka Ismai’l menceraikan Isterinya dan kawin lagi dengan wanita lain, yaitu putri Mudhah bin Amr, pemimpin dan pemuka Kabilah Jurhum.
Setelah perkawinan Ismail yang kedua ini Ibrahim datang lagi namun tidak bisa bertemu dengan Isma’il. Beliau bertanya kepada istri Isma’il keadaan mereka berdua. Jawaban Istri Ismail adalah pujian kepada Allah. Lalu Ibarahim menitip pesan untuk Isma’il untuk mengokohkan palang pintunya, kemudian kembali ke Palestina.
Pada kedatangan ketiga Ibrahim bertemu dengan Ismail yang sedang meraut anak panahnya di bawah sebuah pohon dekat sumur zam-zam. Tatkala melihat ayahnya, Ismail berbuat selayaknya seorang anak yang lama tidak bersua Ayahnya. Pertemuan ini terjadi setelah sekian lama. Dengan adanya pertemuan ini mereka sepakat untuk membangun Ka’bah, meninggikan sendi-sendinya, dan Ibrahim memperkenankan orang berhaji sebagaimana yang diperintahkan Allah kepada beliau.
Dari perkawinannya dengan putri Mudhah, Ismail dikaruniai anak oleh Allah sebanyak dua belas, yang semuanya laki-laki, yaitu: Nabat atau Nabayuth, Qidar, Adbai’l, Mabsyam, Masyama, Duma, Misya, Hadad, Yatma, Yathur, Nafis dan Qaidaman. Dari mereka inilah kemudian menjadi dua belas kabilah, yang semuanya menetap di Makkah untuk sekian lama. Seiring dengan perjalanan waktu, keadaan mereka tidak lagi terdeteksi kecuali anak keturunan Nabat dan Qidar.
Peradaban anak keturunan Nabat bersinar di Hijaz utara. Mereka mampu mendirikan pemerintahan yang kuat dan menguasai daerah-daerah disekitarnya, menjadikan Al-Bathra sebagai Ibukotanya. Tak seorang pun berani memusuhi mereka hingga datang pasukan Romawi yang melindas mereka.
Sedangkan anak keturunan Qidar bin Ismail tetap menetap di Makkah, beranak pinak disana hingga menurunkan adnan dan anaknya Ma’ad. Dari merekalah Keturunan Arab Adnaniyah dapat dipertahankan keberadaannya. Adnan adalah kakek ke dua puluh dua dalam silsilah keturunan Nabi SAW.Antara Adnan sampai Ibrahim ada empat puluh keturunan yang didasarkan pada penelitian yang mendetail.
Keturunan Ma’ad dari anaknya Nizar telah berpencar kemana-kemana menurut suatu pendapat, Nizar adalah satu-satunya anak Ma’ad . Sedangkan Nizar sendiri mempunyai empat anak, yang kemudian menjadi empat kabilah besar, yaitu Iyadh, Anmar, Rabi’ah dan Mudhar. Dua kabilah terakhir inilah yang paling banyak marga dan sukunya. Dari Rabi’ah ada Asad bin Rabi’ah, Anzah, Abdul Qais, dua anak Wa’il, Bakr dan Taghlib, Hanifah dan lain-lainnya.
Sedangkan Kabilah Mudhar berkembang menjadi dua suku yang besar, yaitu Qais Ailan bin Mudhar dan Marga-marga Ilyas bin mudhar. Dari Qais Ailan ada bani Sulaim, Bani Hawazin, Bani Gathafan. Dari Gathafan ada Abs, Dzibyan,Asyja dan Ghany bin A’shar. Dari Ilyas bin Mudhar ada Tamim bin Murrah, Huzail bin mudrikah, Bani Asad bin khuzaimah dan marga-marga Kinanah bin khuzaimah. Dari Kinanah ada Quraisy, yaitu anak Keturunan Fihr bin Malik bin An-Nadhar bin Kinanah.
Quraisy terbagi menjadi beberapa kabilah, yang terkenal adalah Jumuh, Sahm, Makhzum, Taim,Zuhrah, dan suku-suku Qushay bin Kilab, yaitu abdur-dar bin Qushay, Asda bin Abdul uzza bin Qushay dan abdi Manaf bin Qusay.
Abdi Manaf mempunyai empat anak : Abdi Syams, Naufal, Al Muthalib dan Hasyim. Hasyim adalah keluarga yang dipilih Allah bagi Muhammad bin Abdullah bin Abdul muthalib bin hasyim. 
Rasulullah pernah bersabda :
“Sesungguhnya Allah telah memilih Ismai’l dari anak Ibrahim, memilih Kinanah dari anak Ismail, memilih Quraisy dari bani Kinanah, Memilih Bani Hasyim dari Quraisy dan memilihku dari bani Hasyim” (HR. Muslim dan Tirmidzi) 

IV. PENUTUP
Nasab mengandung arti silsilah, yaitu garis keturunan yang ada pada suku-suku di Jazirah Arab, yang merupakan kebanggaan bagi mereka dan unutk itu pada masa sebelum Islam mereka menghafal nama-nama garis keturunan mereka.
Keinginan kepada nasab sudah ada semenjak permulaan penulisan sejarah Islam. Keinginan inipun sebelumnya sudah merupakan kebiasaan pada masyarakat Arab sebelum Islam. Akan tetapi pengetahuan masyarakat Arab waktu itu masih sebatas ingatan sehingga ia belum dapat dijadikan sebagai sumber dalam penelitian nasab.
Pada abad ke dua Hijrah cerita-cerita khabar  yang sebelumnya lebih banyak disampaikan secara lisan, mulai dilakukan penulisannya oleh penulis-penulis sejarah. Dari sini berkembanglah penulisan ansab sehingga melahirkan tokoh-tokoh yang menciptakan karya-karya mereka yang dapat di jadikan sebagai sumber dalam historiografi Islam.

DAFTAR PUSTAKA

H.A. Muin Umar, Historiografi Islam, Jakarta: Rajawali, 1988
Hussein Bahreisy, Himpunan Hadits Pilihan Hadits Shahih Bukhari, Surabaya: Al-Ikhlas, tt.
Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW Jakarta: Gema Insani, 2001
Ali Mufradi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, Ciputat: Logos, 1997
Nashar, Husein. Nasy’ah al Tadwin al Tarikhi ‘ind al Arab Kairo: Maktabah al-Nahdhah al- Mishriyyah, tt.
www.generasimuslim.com Aziz, Minggu 17 Agustus 2008 : 18.52 WIB.
Yatim, Badri. Historiografi Islam, Ciputat: Logos, 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar