Sabtu, 02 November 2013

ISRAILIYAT

A.    Pendahuluan.
Alquran adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW,  yang didalamnya berisi hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-kisah, peraturan-peraturan, yang mengatur tingkah laku dan tata cara manusia, baik sebagai makhluk individu maupun sebagi makhluk sosial sehingga memperoleh kebahagiaan didunia maupun diakhirat.
Dalam Alquran tersebut ada yang dikemukakan secara terperinci misalnya yang berhubungan dengan perkawinan, hukum warisan, dan lain sebagainya serta ada pula yang bersifat global ( mujmal ), ada yang diperinci oleh hadis-hadis nabi Muhammad SAW, di samping itu Islam juga membuka pintu ijtihad dalam hal yang tidak dijelaskan Alquran maupun hadis secara Qath’i.
Keberadaan Israiliyat dalam kitab-kitab tafsir Alquran merupakan suatu kenyataan. Sejak ‘ashru al tadwin   sampai sekarang berpuluh-puluh macam kitab tafsir telah dihasilkan oleh para pengabdi Alquran, namun sebagian besar di dalamnya terdapat apa yang disebut “Israiliyat” yang dianggap sebagai unsur-unsur Yahudi dan Kristen dalam penafsiran Alquran. Memang tidak sama intensitas pemuatan Israiliyat dalam kitab-kitab tersebut, sesuai dengan sikap atau pandangan penulisnya terhadap masalah itu. Malah dalam Tafsir Al Manar, dimana penulisnya sangat getol menghantam keberadaan Israiliyat dalam kitab-kaitab tafsir terdahulu, ternyata juga terdapat di dalamnya sumber-sumber Israiliyat dalam mentafsirkan ayat-ayat tertentu dalam Alquran.  Kenyataan ini mengandung suatu pertanyaan pokok yang mendasar : “Apakah sebenarnya pengertian (definisi) Israiliyat sebagai terminologi dalam Ilmu Tafsir Alquran?”

Seiring dengan pertanyaan pokok tersebut di atas, terseret pula suatu pertanyaan lain yang erat sekali hubungannya, yaitu : “Bagaimana sikap yang besar terhadap Israiliyat tersebut dalam kerangka penafsiran Alquran” Sebenarnya Rasulullah telah memberikan semacam pegangan dalam menjawab pertanyaan terakhir ini. Antara lain sebagaimana yang dicatatkan oleh Imam Bukhary dalam Shahihnya, suatu riwayat dari Abu Hurairah RA. Sehubungan dengan tafsir ayat 136 Al Baqarah, di mana sahabat tersebut memberitahukan kepada Rasulullah bahwa Ahli Kitab membaca Kitab Taurat yang berbahasa “Ibrani dan mentafsirkannya dengan Bahasa Arab untuk konsumsi ummat Islam. Menanggapi berita tersebut Rasulullah SAW lalu bersabda:
Sikap tidak membenarkan dan tidak mendustakan terhadap apa saja yang diterima dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) sebagaimana yang ditegaskan oleh Hadis tersebut di atas, ternyata mengandung beberapa pertanyaan pula, antara lain : “Apakah sikap itu berlaku untuk semua berita, atau hanya untuk berita-berita tertentu saja ?”. Dan bagaimana terhadap berita-berita dari mereka yang ada konfirmasinya dari sumber Islami, apakah juga harus bersikap “tawaqquf” seperti itu. Atau dengan pertanyaan lain “bagaimana mengaplikasikan isi Hadis tersebut dalam mentafsirkan Alquran yang ada sumbernya dari Ahli Kitab ?”


B.    Pengertian Israiliyat.
Kata Israel diambil dari dua suku kata “Isra” dan “Ael” keduanya berasal dari  bahasa Ibrani,  “Isra” artinya hamba pilihan atau yang terpilih, “Ael”  berarti Allah. Maka  kata  tersebut  berarti pilihan Allah. Pilihan ini  hanya ditujukan kepada Nabi Ya’kub dan bukan kepada anak cucunya.
Kata Israiliyat, secara etimologis merupakan bentuk jamak dari kata Israiliyyah; nama yang dinisbahkan kepada kata Israil (Bahasa Ibrani) yang berarti ‘Abdullah (Hamba Allah). Dalam pengertian lain israiliyat dinisbatkan kepada Nabi Ya’kub bin Ishaq bin Ibrahim. Terkadang Israiliyat identik dengan Yahudi kendati sebenarnya tidak demikian. Bani Israil merujuk kepada garis keturunan bangsa, sedangkan Yahudi merujuk kepada pola pikir termasuk di dalamnya agama dan dogma.
Kata Israiliyat, merupakan cerita yang dikisahkan dari sumber Isra’ili dan nisbahkan kepada Isra’il yaitu Ya’kub dan Ishaq bin Ibrahim, yang mempunyai keturunan dua belas. Yang dinyatakan sebagai Yahudi adalah juga Bani Israil.  Sebagaimana yang terdapat dalam Alquran Surat , an-Naml  : 76, al-Isra’ : 4  dan al-Maidah : 78
لعن الذين كفروا من بني إسرائيل على لسان داود وعيسى ابن مريم ذلك بما عصوا وكانوا يعتدون (المائدة )
Artinya, “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa Putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas” (QS. Al-Maidah 78)

Secara terminologis, kata Israiliyat, kendati pada mulanya hanya menunjukkan riwayat yang bersumber dari kaum Yahudi, namun pada akhirnya, para ulama tafsir dan hadis menggunakan istilah tersebut dalam pengertian yang lebih luas lagi. Oleh karena itu, ada ulama yang mendefinisikan Israiliyat yaitu sesuatu yang menunjukkan pada setiap hal yang berhubungan dengan tafsir maupun hadis berupa cerita atau dongeng-dongeng kuno yang dinisbahkan pada asal riwayatnya dari sumber Yahudi, Nasrani atau lainnya. Di katakan juga bahwa Israiliyat termasuk dongeng yang sengaja diselundupkan oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dan hadis yang sama sekali tidak ada dasarnya dalam sumber lama. Kisah atau dongeng tersebut sengaja diselundupkan dengan tujuan merusak akidah kaum Muslimin.
Menurut Ahmad Khalil Arsyad, Israiliyat adalah kisah-kisah yang diriwayatkan dari Ahl al-Kitab, baik yang ada hubungannya dengan agama mereka ataupun tidak. Dalam pendapat lain dikatakan bahwa agama merupakan pembauran kisah-kisah dari agama dan kepercayaan non-Islam yang masuk ke Jazirah Arab Islam yang dibawa oleh orang-orang Yahudi yang semenjak lama berkelana ke arah timur menuju Babilonia dan sekitarnya, sedangkan Barat menuju Mesir. Setelah berita (akhbar) keagamaan yang mereka jumpai dari negera-negara yang mereka singgahi. Di antara cerita-cerita yang termasuk Israiliyat itu kisah Gharaniqah, kisah Zainab bint Jahsy, cerita kapal Nabi Nuh, warna anjing Ashab al-Kahf, makanan yang diberikan kepada Maryam. Dajjal dan lain-lain.
Musa’id Muslim Ali Ja’far mendefinisikan Israiliyat, sebagai pengetahuan ahli kitab yang terkait dengan cerita dalam Alquran dan al-Hadis.  Sedangkan Manna’ al-Qattan mendefinisikan  Israiliyat sebagai berita-berita yang diceritakan ahli kitab yang masuk Islam.
Perkataan Israiliyat walaupun pada mulanya menunjukan kisah-kisah yang diriwayatkan dari sumber Yahudi, akan tetapi dipergunakan juga oleh Ulama’ tafsir dan hadis dengan membenarkan sebagian cerita-cerita Yahudi, bahkan lebih luas daripada itu. Israiliyat dalam istilah tafsir menunjukan pada semua cerita lama dan baru yang masuk kedalam tafsir dan hadis yang bersumber dari Yahudi dan Nasrani atau selain dari keduanya  yang menjadi musuh-musuh Islam yang sengaja merusak kaum muslimin. Dasar yang digunakan oleh para Ulama’ adalah QS. Al-Maidah ayat 82.
لتجدن اشد الناس عداوة للذين امنوااليهود والذين اشركو....(المائدة )
Artinya, “Sesunguhnya akan kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang beriman, ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musrik” (QS. Al Maidah 82)

C.    Latar Belakang Israiliyat.
Beberapa keadaan yang diperkirakan menjadi latar belakang adanya Israiliyat, diantaranya sebagai berikut,
C.1. Adanya golongan ahli kitab yang berada di jazirah Arab.
Sebenarnya latar belakang masuknya cerita-cerita Israiliyat kedalam tafsir dan hadis didahului dengan masuknya kebudayaan arab zaman jahiliyah. Masyarakat arab sebelum adanya Islam terdapat segolongan ahli kitab yakni kaum Yahudi  yang pindah ke jazirah arab sejak dahulu. Perpindahan besar-besaran terjadi pada tahun 70 M, mereka lari dari ancaman dan siksaan yang datang dari Titus. Mereka pindah ke Jazirah arab tentunya juga dengan membawa peradaban yang mereka warisi dari generasi pendahulu mereka yang kemudian mereka wariskan kepada generasi sesudah mereka. Mereka mempunyai tempat yang mereka jadikan sebagai pusat pengkajian warisan yang telah mereka terima yang disebut Midras dan tempat lain yang mereka pergunakan untuk beribadah dan menyiarkan agama mereka.
C.2. Kontak antara masyarakat arab dan masyarakat luar.
Bangsa arab, bangsa yang suka berpindah-pindah, sehingga mereka bertemu dan berhubungan dengan masyarakat selain arab, yang diantaranya adalah para ahli kitab yang sebagian besar adalah masyarakat Yahudi. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut sangat memungkinkan terjadinya pengaruh kebudayaan Yahudi kepada bangsa arab yang masih dianggap memiliki kebudayaan rendah (Jahiliyah).
C.3. Adanya pertukaran ilmu pengetahuan.
Pada Zaman Nabi kehidupan masyarakat Yahudi, Nasrani dan Muslim hidup saling berdampingan dengan baik. Dari pertemuan yang intensif antara keduanya inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya pertukaran ilmu pengetahuan. Orang Yahudi sering bertanya kepada Nabi untuk menyelesaikan persoalan mereka selain itu mereka juga sering bertanya dengan tujuan mempersempit ajaran  Islam atau hanya untuk menguji kebenaran kenabian Muhammad. 
C.4. Diskusi antara kaum muslimin dengan orang Yahudi.
Dari diskusi itu ada beberapa orang Yahudi yang masuk Islam, diantaranya adalah Abdullah Bin Salam, Abdullah Bin Surayya, Ka’ab al-Ahbar dan lain sebagainya, yang pada umumnya memiliki pengetahuan yang luas tentang kebudayaan Yahudi. Pada akhirnya ilmu mujadalah dan diskusi terpengaruh juga oleh Israiliyat ini. Masuknya Israiliyat kedalam Tafsir dan Hadis secara meluas karena perkembangan tafsir dan hadis. Kondisi ini dapat kita amati pada periode periwayatan tafsir dan hadis, serta dilanjutkan dengan  pembukuan tafsir dan hadis. Periode periwayatan tafsir dan hadis dimulai pada zaman Rasulullah hidup, selama pergaulannya dengan sahabat beliau seringkali memberikan penjelasan tentang urusan-urusan agama dan dunia yang dianggap penting oleh sahabat maupun Nabi SAW. Penjelasan itu meliputi tafsir-tafsir ayat Alquranyang bersifat global (Mujmal) ataupun yang Samar-samar (Dzhani). Penjelasan yang diterima oleh para sahabat, kemudian disampaikan kepada Sahabat-sahabat yang tidak hadir pada majlis, murid-muridnya, tabi’in dan dari Tabi’in ke Tabi’it Tabi’in dan seterusnya sehingga penjelasan tersebut bisa sampai dari satu generasi kegenerasi berikutnya.
Pada masa sahabat mereka sangat ketat dan berhati-hati dalam menerima riwayat hadis Rasul.  Mereka hanya mau menerima periwayatan tersebut  jika jelas keshahihannya baik melalui saksi maupun sumpah. Pada masa tabi’in banyak hadis palsu, awal timbulnya pada tahun 41 H ketika terjadi fitnah diantara kaum muslimin yang pada gilirannya memunculkan aliran –aliran dalam dunia Islam yaitu, Syi’ah, Khawarij dan jumhur ahlussunnah. Sebagaimana pendapat al-Dzahabiy bahwa pada periode ini banyak hadis palsu yang telah tersebar dikalangan umat Islam yang dapat membingung dan banyaknya cerita-cerita palsu yang masuk kedalam tafsir dan hadis. Seabagai akibat semakin berkembangnya hadis-hadis palsu tersebut maka para Tabi’in membuat kaidah-kaidah tentang periwayatan hadis. 
Pada periode ini cerita-cerita Israiliyat masuk kedalam tafsir dan hadis dalam waktu yang bersamaan, dikarenakan antar tafsir dan hadis menjadi satu kesatuan. Dalam Alquran terdapat kisah-kisah terdahulu yang menurut mereka merupakan Nasehat dan Ibrah, bersifat global dan mereka ingin memperoleh perinciannya dari Ahli Kitab yang masuk Islam. Pada masa ini penukilan dari ahli kitab senakin berkembang seiring dengan semakin banyaknya diantara golongan ahli kitab yang masuk Islam serta didukung dengan rasa keingintahuan kaum muslimin tentang sesuatu yang luar biasa dalam Alquran.  Inilah salah satu faktor yang menyebabkan banyak tafsir yang dipengaruhi cerita Israiliyat misalnya kitab tafsir yang dinisbahkan kepada Qatadah dan Mujahid. Pada masa Tabi’it Tabi’in tumbuh kecintaan yang luar biasa terhadap cerita Israiliyat yang dinukil secara ceroboh, sehingga setiap cerita tersebut tidak ada yang dikeritisi dan ditolak, mereka cendrung tidak lagi mengembalikan cerita itu kepada Alquran walaupun tidak dimengerti oleh akal dan hal ini berlangsung terus sampai pada periode pembukuan.
Pada periode pembukuan, yaitu akhir abad pertama dan awal abad kedua Hijriyah. Awal dari pembukuan tafsir dan hadis, yakni ketika Khalifah Umar Bin Abdul Aziz, memerintahkan kepada semua ulama’ untuk mengumpulkan hadis-hadis Rasul yang menurut anggapan mereka shahih, termasuk segala yang berpengaruh terhadap tafsir dan segala keterangan dari para sahabat dan tabi’in. Pada periode ini hadis dibukukan secara terpisah dengan tafsir, dengan bantuan ilmu lain yang bermacam-macam.
Ibnu Kholdun dalam kitab muqodimah, yang dikutip oleh  Al-Dzahabiy  membagi latar belakang yang menyebabkan cerita israiliyat berkembang dalam dunia Islam kedalam dua hal :
a.    Latar belakang kemasyarakatan (Sosiologis) seperti menonjolnya aspek Ummi dan Badui pada masyarakat Arab, keingintahuan mereka tentang asal kejadian makhluk pertama, sebab timbulnya alam semesta dan rahasia-rahasia alam yang kemudian berbagai persoalan tersebut ditanyakan oleh orang Arab kepada ahli kitab.
b.    Latar belakang agama, yaitu kecendrungan untuk menerima riwayat secara ceroboh tanpa penelitian keshahihannya. Akhirnya nukilan-nukilan seperti itu tidak dikembalikan kepada hukum hukum yang diyakini keshahihannya sehingga ia wajib diamalkan.  
Alasan diterima dan disukainya cerita israiliyat oleh orang Awam menurut Al Dzahabiy adalah:
a.    Sesungguhnya musuh-musuh Islam, di antaranya adalah orang Yahudi sangat takut akan kekuatan Islam dan pemeluknya sehingga mereka berusaha untuk menghancurkan umat Islam.
b.    Banyak orang ahli bercerita yang meragukan sebagian ulama’ muslimin, sebagaimana telah meragukan kepada sebagian pemegang kekuasaan diantara mereka.
c.    Sesungguhnya para tukang cerita itu didalam menyebarkan ceritanya berlindung pada kedustaan, lalu disebar luaskannya kepada masyarakat. Mereka menisbahkan sebagian yang mereka riwayatkan itu kepada sebagian dari para Muhaddis yang terkenal juga guru-gurunya.

D.    Tokoh-Tokoh Israiliyat.
    Menurut Al Qattan, kebanyakan riwayat yang disebut Israiliyat itu dihubungkan kepada empat nama yang terkenal yaitu: Abdullah ibnu Salam, Ka’bu Al Akhbar, Wahab ibnu Munabbih dan Abdu Al Malik ibnu Abdu Al Aziz ibnu Juraij.  Berikut ini akan dikemukakan selintas tentang identitas ke empat tokoh tersebut, terutama penilaian Ahli Hadis tentang “ ‘adalah ” mereka, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar keabsahan riwayat mereka.
1.    Abdullah ibnu Salam
    Nama lengkapanya: Abu Yusuf Abdullah ibnu Salam ibnu Al Harits Al Israily Al Anshari. Namanya semula “Al Hashin” diganti oleh rasulullah menjadi Abdullah tatkala dia datang menyatakan Islamnya sesaat sesudah Rasulullah di Madinah dalam peristiwa hijrah.
    Statusnya cukup tinggi di mata Rasulullah. Ada dua ayat Alquran diturunkan berkenaan dengan dirinya.  Dia termasuk di antara para sahabat yang diberi kabar gembira masuk Surga oleh Rasulullah. Dalam perjuangan menegakkan Islam, dia termasuk mujahid di Perang Badar : dan ikut menyaksikan penyerahan Bait Al Maqdits ke tangan kaum Muslimin bersama Umar ibnu Khattab. Pada waktu khalifah Utsman ibnu Affan dikepung oleh kaum pemberontak, dia keluar menemui mereka,  izin khalifah untuk membubarkannya, tetapi nasehat-nasehatnya sudah tidak didengar oleh mereka, malah dia sendiri diancam mau dibunuh. Dia meninggal di Madinah pada tahun 43 H.
    Sebagai seorang sahabat Rasulullah, Abdullah ibnu Salam juga banyak meriwayatkan Hadis dari beliau. Hadis-hadis tersebut diriwayatkan daripadanya oleh kedua puteranya: Yusuf dan Muhammad, ‘Auf ibnu Malik, Abu Hurairah, Abu Bardah ibnu Abi Musa, ‘Atha ibnu Yasar dan lain-lain. Imam Al Bukhary juga memasukkan beberapa buah Hadis yang diriwayatkannya dari Rasulullah dalam Jami’ Shahihnya.
    Dari segi ‘adalahnya tidak ada yang meragukannya di kalangan Ahli Hadis dan Tafsir. Ketinggian ilmu pengetahuannya diakui sebagai seorang yang paling ‘alim di kalangan bangsa Yahudi pada masa sebelum masuk Islam ; dan sesudah Islam dia diakui oleh Mu’az ibnu Jabal sebagai salah seorang dari empat orang sahabat yang punya otoritas di bidang ilmu dan iman. Dalam kitab-kitab Tafsir banyak memuat riwayat-riwayat yang disandarkan kepadanya di antaranya: Tafsir Al Thabary. Meskipun demikian, ada juga kemungkinan di antara riwayat-riwayat tersebut tidak mempunyai sanad yang benar sampai kepadanya. Oleh sebab itu, menurut Al Zahaby, bisa saja ada di antara riwaya-riwayat itu yang tidak bisa diterima.
2. Ka’bu Al Akhbar
    Nama lengakpnya ; Abu Ishaq Ka’bu ibnu Mani’ Al Himyary. Kmudian terkenal dengan gelar : Ka’bu Al Akhbar atau Ka’bu Al khabar, karena kedalaman ilmunya. Dia berasal dari Yahudi Yaman, dari keluarga Dzi Ra’in, dan ada pula yang mengatakan dari Dzi Kila’. Mengenai saat masuk Islamnya, ada beberapa versi tentang dirinya. Menurut Ibnu Hajar, dia masuk Islam pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibnu Khattab, lalu berpindah ke Madinah, ikut dalam penyebaran Islam ke Syam, dan Akhirnya pindah ke sana pada masa pemerintahan Utsman ibnu Affan, sehingga meninggal pada tahun 32 H. di Homs dalam usia 140 tahun.
    Ibnu Sa’ad memasukkan Ka’bu Al Akhbar dalam tingkatan pertama dari Tabi’in di Syam. Sebagai seorang Tabi’in, dia ada meriwayatkan Hadis-Hadis dari Rasulullah secara mursal, dari ‘Umar, Shuhaib dan ‘Aisyah. Dan Hadis-Hadisnya banyak diriwayatkan oleh Mu’awiyah, Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas, ‘Atha ibnu Rabah dan lain-lain.
    Dari segi kedalaman ilmunya, beberapa orang sahabat seperti Abu Darda dan Mu’awiyah mengakuinya. Malah menurut Abdullah ibnu Zubair, dia mempunyai semacam prediksi yang tepat terjadi. Disamping itu, pada masa Islamnya dia masih tetap membaca dan mempelajari Taurat dan sumber-sumber Ahli Kitab lainnya.
    Adapun dari segi “ ‘adalahnya “, tokoh ini nampak seorang yang kontroversial. Al Zahaby tidak sependapat ahli yang menuduh Ka’ab sebagai seorang pendusta, malah meragukan keIslamannya. Antara lain dia beralasan bahwa para sahabat yang besar-besar seperti Ibnu’ Abbas dan Abu Hurairah, mustahil kalau mereka mengambil riwayat dari seorang Ka’ab yang pendusta. Malah para Muhadditsin seperti Imam Muslim yang memasukkan beberapa Hadis dari Ka’ab ke dalam Shahihnya, sebagaimana yang lainnya seperti Abu Daud, Tirmizi dan Nasai juga berbuat yang serupa dalam Sunan masing-masing. Sehingga menurut Al Zahaby, tentu saja mereka tersebut menganggap Ka’ab sebagai seorang yang ‘adil dan tsiqah. Di lain pihak, Ahmad Amin dan Rasyid Ridla   menuduh Ka’ab sebagai seorang pendusta, tak bisa diterima riwayatnya, malah berbahaya bagi umat Islam, Antara lain mereka beralasan, karena ada sementara muhadditsin yang sama sekali tidak menerima riwayatnya, seperti Ibnu Qutaibah dan Al Nawawi, sedangkan Al Thabary hanya sedikit meriwayatkan daripadanya, malah dia dituduh terlibat dalam pembunuhan Khalifah Umar ibnu Khattab, karena adanya ramalan yang disampaikannya kepada khalifah beberapa hari sebelum terbunuhnya ternyata tepat.  Tapi alasan Ahmad Amin dan Rasyid Ridla yang memperkuat pendapat Ibnu Taimiyah sebelumnya, dibantah dengan tegas oleh Al Dzahaby, yang tetap beranggapan bahwa Ka’ab Al Akhbar adalah seorang tokoh yang cukup adil dan tsiqah.  Meskipun demikian tokoh Ka’ab Al Akhbar tetap dianggap sebagai tokoh Israiliyat yang kotroversial.
3. Wahab Ibnu Munabbih
    Nama lengkapnya ; Abu Abdillah Wahab ibnu Munabbih ibnu Sij ibnu Zinaz Al Yamani Al Sha’ani. Lahir pada tahun 34 H. dari keluarga keturunan persia yang migrasi ke Yaman, dan meninggal pada tahun 110 H. Ayahnya, Munabbih ibnu Sij masuk Islam pada masa Rasulullah SAW.
    Wahab termasuk di antara tokoh ulama pada masa Tabi’in. sebagai seorang muhaddits dia banyak meriwayatkan Hadis-Hadis dari Abu Hurairah, Abu Sa’id Al Hudry, Ibnu Abbas, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Amru ibnu Al ‘Ash, Jabir, Anas dan lain-lain. Sedangkan Hadis-Hadisnya diriwayatkan kembali oleh kedua orang anaknya: ‘Abdullah dan ‘Abdu Al Rahman, ‘ Amru ibnu Dinar dan lain-lain. Imam Bukhary, Muslim, Nasa’i, Tirmizi dan Abu Daud memasukkan Hadis-Hadis yang diriwayatkannya ke dalam kitab kumpulan Hadis masing-masing. Berarti mereka menilainya sebagai seorang yang ‘adil dan tsiqah.
Sebagaimana Ka’ab, maka Wahab juga mendapat sorotan tajam dari sementara ahli menuduhnya sebagai seorang pendusta dan berbahaya bagi Islam dengan ceritera-ceritera Israiliyat yang banyak dikemukakan. Tetapi, Al Zahaby juga membela Wahab, walaupun dia juga mengakui ketokohan Wahab di bidang ceritera-ceritera Israiliyat, namun dia tetap menganggap pribadi Wahab sebagai seorang yang adil dan tsiqah sebagaimana penilaian mayoritas (jumhur) Muhadditsin, seperti tersebut di atas, di samping mengakui kealiman dan kesufian hidupnya.  dengan demikian juga seorang tokoh yang kontroversial.
4. ‘Abdu Al Malik Ibnu ‘Abdu Al Aziz Ibnu Juraij
    Nama lengkapnya : Abu Al Wahid (Abu Al Khalid) ‘Abdu Al Malik Ibnu ‘Abdu Al Aziz Ibnu Juraij Al Amawy. Dia berasal dari bangsa Romawi yang beragama Kristen. Lahir pada tahun 80 H. di Mekkah dan meninggal pada tahun 150 H. Dia terbilang salah seorang tokoh ulama di Mekkah, dan sebagai pelopor penulisan kitab di daerah Hijaz. Sebagai seorang muhadditsin dia banyak meriwayatkam Hadis dari ayahnya, ‘Atha ibnu Abi Rabah, Zaid Abi Aslam, Al Zuhry dan lain-lain. Sedangkan Hadis-Hadisnya diriwayatkan kembali oleh kedua orang anaknya ; ‘Abdu Al Aziz dan Muhammad, Al Auzzai’iy, Al Laits, Yahya ibnu Sa’ad Al Anshary dan lain-lain. Pada masa Tabi’in dia tercatat sebagai seorang tokoh Israiliyat. Dan Ibnu Jarir Al Thabary banyak mengambil riwayatnya sehubungan dengan penafsiran ayat-ayat yang berkenaan dengan Nasrani. Disini dia dikenal dengan sebutan Ibnu Juraij.
    Dari segi ‘adalah dia juga seorang kontroversial. Tapi lebih banyak yang menganggap lemah, seperti Ahmad Ibnu Hanbal yang menilai Hadis-Hadisnya banyak yang maudlu’. Kelemahanya, menurut penilaian Imam Malik, dia tidak kritis dalam mengambil riwayat dari seorang. Sehingga Al Zahaby memperingatkan para Mufassir supaya menghindari masuknya riwayat Ibnu Juraij dalam karyanya, supaya jangan dianggap sebagai suatu karya yang lemah dan tidak mu’tamad.  

E.    Pendapat Ulama Tafsir Tentang Israiliyat.
E.1. Dari Sudut Pandang Kwalitas Sanad.
Dari sudut pandang ini, cerita israiliyat terbagi menjadi dua yaitu Shahih dan dlo’if, termasuk juga yang maudlu’. 
E.1.a. Cerita Israiliyat Shahih.
Sebagaimana yang diceritakan Ibnu Katsir dalam tafsirnya dari Ibnu Jarir yang berkaitan dengan Alquransurat al a’raf ayat 157.  Dalam menafsirkan ayat tersebut Ibnu katsir mengutip cerita israiliyat yakni dari Mustani dari Usman Bin Umar, dari Faulaih dari Hilal bin Ali dari   Atha bin Yasir, Ia berkata, “Aku telah bertemu Abdullah bin Amr dan berkata kepadanya : Ceritakanlah olehmu kepada ku tentang sifat Rosul SAW yang diterangkan dalam kitab Taurat ! Ia berkata:  Ya Demi Allah, Sesungguhnya sifat Rosulullah didalam Taurat sama dengan yang diterangkan didalam Alquran: ‘Wahai Nabi  sesungguhnya kami mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar gembira, pemberi peringatan, dan pemelihara orang-orang yang ummi, Engkau adalah Hamba-Ku dan Rasul-Ku, namamu yang dikagumi, engkau tidak kasar dam tidak pula keras’. Allah tidak akan mencabut nyawanya sebelum Islam tegak lurus yaitu dengan ucapan ; Tiada Tuhan yang patut disembah dengan sebenar-benarnya kecuali Allah. Dengannya pula allah membuka hati yang tertutup, membuka telinga yang tuli, membuka mata yang buta.
Ibnu Katsir mengaitkan riwayat tersebut dengan pernyataan imam Bukhari dalam kitab shahihnya yang diterima dari Sinan Muhammad bin Sinan, dari Fulaih, dari Hilal bin Ali, Ia menceritakan sanadnya, seperti yang telah disebutkan, tetapi ia menambahkan dengan perkataan ; Dan bagi sahabat-sahabatnya dipasar-pasar, ia tidak pernah membalas keburukan dengan keburukan, tetapi mema’afkan dan mengampuni.
E.1.b. Cerita israiliyat yang dlo’if
Cerita yang dinukil oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya untuk menafsirkan surat Qaf ayat 1 yang bersumber dari atsar yang diriwayatkan oleh Abu Muhammad bin Abdurrahman dari Abu Hatim Arrazi dari ayahnya dan Muhammad bin Ismail Al-Makhzumi, dari laits bin abu sulaim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang berbunyi ‘
‘Allah telah menciptakan dibawah bumi ini laut yang melingkupinya, didasar laut ia menciptakan sebuah gunung yang disebut gunung Qaf, langit dunia ditegakkan diatasnya. Di bawah gunung tersebut Allah menciptakan bumi seperti bumi ini, yang jumlahnya tujuh lapis. Kemudian ia menciptakan sebuah gunung lagi yang juga bernama gunung Qaf. Langit jenis kedua diciptakan diatasnya. Sehingga jumlah semuanya ; tujuh lapis bumi, tujuh lautan, tujuh gunung dan tujuh lapis langit’,Keterangan ini oleh Ibnu Katsir dikaitkan dengan QS surat Lukman ayat 27.
....والبحر يمد من بعد ه سبعة ابحر.... ( لقمان )
‘.....Dan lautan [ menjadi tinta ], ditambah kepadanya tujuh laut (lagi) sesudahnya......... (QS. Lukman  27 }
Ibnu katsir memberi penjelasan bahwa atsar tersebut adalah gharib dan sanadnya terputus (inqitha’)
E.2. Sudut pandang kesesuaiannya dengan syari’at Islam, dibagi menjadi tiga, yakni,
E.2.a. Sesuai dengan syari’at Islam, contoh apa yang diriwayatkan oleh imam Bukhori dan muslim dari Yahya bin Bukhair, dari laits, dari Khalid, dari Said bin Abu Hilal, dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ bin Yasir dari Abu Said Al Khudri, tentang kekuasaan Allah pada hari kiamat diumpamakan seperti seorang musafir yang menggenggam roti . Cerita yang menjelaskan sifat-sifat Nabi yang tidak kasar, keras, pemurah dan pengampun.
E.2.b. Bertentangan dengan syari’at Islam, misalnya cerita yang disampaikan oleh Ibnu Jarir, dari Basyir, dari Yazid, dari Said, dari Qatadah yang berkaitan dengan kisah Nabi Sulaiman AS. Dalam cerita itu digambarkan tentang cerita yang tidak layak dilakukan seorang Nabi misalnya minum arak.
E.2.c. Didiamkan oleh syari’at Islam (maskut ‘anhu), yakni tidak terdapat dalam syari’at Islam, misalnya israiliyat yang disampaikan oleh ibnu Abbas, dari Kaab al-Ahbar dan Qatadah dari Wahab bin Munabbih, tentang orang yang pertama kali membangun Ka’bah, yaitu Nabi Syits AS . Contoh  lain adalah cerita tentang seorang keponakan yang membunuh pamannya sendiri agar ia dapat mengawini putrinya, mendapat hartanya serta memakan diatnya, cerita ini terjadi pada masa Nabi Musa as.

E.3. Sudut pandang materi.
Dalam sudut pandang ini cerita Israiliyat dibagi menjadi tiga yaitu,
E.3.a. Israiliyat yang berhubungan dengan Aqidah, sebagaimana yang berkaitan dengan penjelasan surat az-Zumar ayat 67.
وما قدروا الله حق قدره.... (الزمر )
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah, dengan pengagungan yang sebagamana mestinya .........” ( QS. Az-Zumar :67}
Dari Syaiban, dari Mansyur, dari Ibrahim, dari Ubaidah, dari Abdillah berkata : telah datang seorang ulama’ Yahudi kepada Rasulullah SAW dan berkata bahwa Allah menciptakan langit, bumi dan semua isinya termasuk air dan binatang diatas jari-Nya, mendengar cerita tersebut Nabi tertawa sehingga kelihatan gigi grahamnya kemudian beliau membacakan surat az-Zumar ayat 67. Dari cerita tersebut dapat diketahui bahwa kekuasaan Allah sangat besar atas langit, bumi beserta isinya akan tetapi manusia kurang memberi pengagungan kepada Allah sebagaimana mestinya.
E.3.b. Israiliyat yang berkaitan dengan Hukum, misalnya cerita bahwa dalam taurat juga terdapat hukum rajam sebagaimana yang terdapat dalam Alquran, sebagaimana cerita yang disampaikan oleh ibrahim bin Munzir, dari Abu Damrah, dari musa bin Uqban, dari Nafi,dari Abdullah bin Umar.
E.3.c. Israiliyat yang berhubungan dengan kisah-kisah, misalnya cerita yang dinukil oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya tentang perahu Nabi Nuh as. Dalam Israiliyat dikatakan bahwa kayu yang digunakan adalah kayu jati, ukuran perahunya adalah 50 siku, lebarnya 50 siku, bagian luar dan dalam perahu dipenuhi dengan kaca serta dilengkapi dengan alat yang tajam untuk membelah air.
Para ulama, khususnya ahli tafsir berbeda pendapat dalam  mensikapi  Israiliyat ini: ditolak, diterima dan didiamkan.
1. Di antara mereka ada yang memperbanyak berbicara tentangnya yang  dirangkai dengan sanad-sanadnya. Pendapat ini berpandangan bahwa dengan menyebut sanadnya, berarti ia telah berlepas diri dari tanggung jawab atasnya. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Ibn Jarir ath-Thabari.
2. Di antara mereka ada yang memperbanyak berbicara tentangnya dan biasanya menanggalkan sama sekali sanad-sanadnya. Ini seperti pencari kayu bakar di malam hari. Cara seperti ini dilakukan al-Baghawi di dalam tafsirnya yang dinilai oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyah sebagai ringkasan dari tafsir ats-Tsa’alabi. Hanya saja, al-Baghawi memproteksinya dari dimuatnya Hadis-Hadis palsu dan pendapat-pendapat yang dibuat-buat. Syaikhul Islam Ibn Taimiyah menyebut ats-Tsa’alabi sebagai seorang pencari kayu bakar di malam hari di mana ia menukil apa saja yang terdapat di dalam kitab-kitab tafsir baik yang shahih, dha’if mau pun yang mawdhu’ (palsu).
 3. Di antaranya mereka ada yang banyak sekali menyinggungnya dan mengomentari sebagiannya dengan menyebut kelemahannya atau mengingkarinya seperti yang dilakukan Ibn Katsir.
4. Di antara mereka ada yang berlebih-lebihan di dalam menolaknya dan tidak menyebut sesuatu pun darinya sebagai tafsir Alquranseperti yang dilakukan Muhammad Rasyid Ridha.  
F.    Kesipulan.
Dari pembahasan diatas dapatlah diambil kesimpulan.
1.    Israiliyat adalah cerita yang dinisbahkan pada Yahudi dan Nasrani. Kata Israiliyat merupakan cerita yang dikisahkan dari sumber isra’ili dan dinisbahkan kepada israil yaitu Ya’kub dan Ishak bin Ibrahim yang mempunyai keturunan dua belas. Dan yang dinyatakan sebagai Yahudi juga Bani Isra’il.
2.    Masuknya israiliyat dalam tafsir dan hadis melalui beberapa cara, diantaranya : adanya golongan ahli kitab yang berada di jazirah arab, kontak antara masyarakat arab dengan masyarakat luar arab, pertukaran ilmu pengetahuan, diskusi antara kaum muslimin dan Yahudi.
3.    Kebanyakan riwayat yang disebut Israiliyat biasanya dihubungkan dengan tokoh-tokoh berikut, yaitu Abdullah ibnu Salam, Ka’bu al Akhbar, Wahab ibnu Munabih dan Abdu Al-Malik ibnu Abdu al-Aziz ibnu Juraij.
4.    Sikap Ulama’, khususnya ahli tafsir terhadap Israiliyat, dari sudut pandang sanad ada yang menyatakan Shahih, Dlo’if dan Maudlu’. Dari sudut pandang kesesuaian dengan syari’at Islam, ada yang sesuai, bertentangan dan didiamkan oleh syari’at. Sedangkan dari sudut pandang materi, berkaitan degan akidah, hukum dan kisah-kisah.

DAFTAR PUSTAKA

Al Dzahabiy, Muhammad Husain.1986. “Al Israiliyat fi Al Tafsir wa Al Hadis” Kairo, dar Al Taufiq.

___________ . 1976. “Al Tafsir Wal Mufassirun” Mesir, Dar Al Ma’rifah.

Al Ja’far, Musa’id Muslim.1980. “Manahijul Mufassiriin”, Mesir; Dar Al Ma’rifah Cetakan I

As-Sya’rawi , Muhammad Mutawally, “Tafsir Sya’rawi Jilid I” (Duta Azhar, Thn 2004) Terjemahan Tim Safir Al-Azhar.

Al-Qattan, Manna’ Khalil 1873, Mabahis Fi Ululumil Qur’an Mansyurat Al ‘Asr Al Hadis. Cetakan III.

Al Qordlowi, Yusuf, 2001, Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban  (Terj. Abad Badruzzaman}) Tiara Wacana Yogya.

Ibnu Katsir, Tafsir Qur’an al Adzim. Beirut, Maktabah Ilmiyah

Ridla, Muhammad Rasyid, Tafsir AlquranAl Hakim, (Mesir : Daru Al Manar, Juz II, Cet. IV.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar