Kamis, 25 Juli 2013

MUNASABAH ALQURAN

A. Pendahuluan
Lahirnya pengetahuan teori korelasi (munasabah) ini berawal dari kenyataan bahwa sistimatika Alquran sebagaimana terdapat dalam Mushaf Usmani sekarang tidak berdasarkan fakta kronologis turunnya. Itulah sebab terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama salaf tentang urutan turunnya surat dalam Alquran. Pendapat pertama bahwa hal itu didasarkan pada tauqifi dari Nabi saw. Golongan kedua berpendapat bahwa hal itu didasarkan pada ijtihad para sahabat setelah mereka sepakat dan memastikan bahwa susunan ayat-ayat adalah tauqifi. Golongan ketiga berpendapat serupa dengan golongan pertama kecuali pada beberapa surat di dalam Alquran.
B. Definisi Munasabah
Kata munasabah secara etimologi berasal dari bahasa arab, yakni nasaba-yunasibu-munasabatan yang berarti musyakalah (keserupaan) dan muqarabah (kedekatan).  Secara terminoogi munasabah seperti yang dikemukakan oleh Manna Khalil al-Qattan:
وجه الارتباط بين  الجملة و الجملة  في الآية الواحدة أو بين الآية  و الآية في الآية المتعددة أو بين السورة و السورة.
(Munasabah adalah sisi keterikatan antara bebarapa ungkapan di dalam satu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat (di dalam Alquran).)
Sedangkan menurut Ibnu Arabi seperti dikutip oleh Manna Khalil al-Qattan:
ارتباط  آيات القرآن بعضها ببعض حتى تكون كالكمة الواحدة متسقة المعاني
(Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Alquran sehingga seolah-olah merupakan suatu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi.)
Sedangkan menurut al-Biqa’i, munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau urutan-urutan bagian-bagian Alquran, baik ayat dengan ayat, surat dengan surat.
Jadi, dalam konteks ilmu Alquran, munasabah berarti menjelaskan korelasi makna antar ayat atau antar surat, baik korelasi itu bersifat umum atau khusus, rasional, persepsi, imajinatif, atau korelasi bersifat sebab-akibat, perbandingan dan lawan.
Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat dalam Alquran diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. Ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah, yakni:
1.    Memperhatikan tujuan pembahasan suatu surat dengan menjadi objek pencarian.
2.    Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
3.    Menentukan tingkat uraian-uraian itu, apakah ada hubungannya atau tidak.
4.    Mengambil kesimpulan, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.

C. Macam-Macam Munasabah Alquran
Dalam Alquran, sekurangnya-sekurangnya terdapat tujuh macam munasabah, yaitu:
1. Munasabah antar-surat dengan surat sebelumnya.
    Munasabah antar-surat dengan surat sebelumnya berfungsi menerangkan atau menyempurnakan ungkapan pada surat sebelumnya. Sebagai contoh, dalam surat al-Fatihah ayat pertama terdapat ungkapan alhamdulillah. Ungkapan ini berhubungan dengan surat al-Baqarah ayat 152 dan 186, yakni:
      
152. Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (QS al-Baqarah: 152)
                   
186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS al-Baqarah: 186).




Ungkapan rab’al-alamin dalam surat al-Fatihah berhubungan dengan  ayat:
 ••                         •          
21.  Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, 22.  Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah[30], padahal kamu Mengetahui. (QS al-Baqarah: 21-22).
Dalam surat al-Baqarah ditegaskan ungkapan dzalika al-kitab la raiba fih juga ungkapan wa ma unzila min qablik. Kedua ungkapan tersebut berhubungan dengan surat Ali Imran ayat 3:
•           
3.  Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan Kitab yang Telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil (QS Ali Imran: 3).
2. Munasabah antar-nama surat dan tujuan turunnya.
Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol dan itu tercermin pada namanya masing-masing, seperti surat al-Baqarah, Yusuf, an-Naml,  dan al-Jinn.  Contohnya adalah sebagai berikut:
    •                               •                          •      •          •             •                       
67.  Dan (ingatlah), ketika Musa Berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil". 68.  Mereka menjawab: " mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar dia menerangkan kepada Kami; sapi betina apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". 69.  Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar dia menerangkan kepada kami apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya." 70.  Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, Karena Sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan Sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)." 71.  Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu (QS al-Baqarah: 67-71).
3. Munasabah antar-bagian suatu ayat.
Munasabah antar bagian surat atau ayat sering berbentuk pola munsabah at-tadadat (perlawanan) seperti terlihat dalam ayat berikut:
                                       
4. Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian dia bersemayam di atas ´arsy dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. dan dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (QS al-Hadid: 4)
Di dalam ayat tersebut ada perlawanan antara yaliju dengan yakhruju, yanzilu dengan ya’ruju. Contoh lainnya adalah adzab dengan rahmah. Munasabah seperti ini dapat dijumpai dalam surat al-Baqarah, an-Nisa’ dan al-Ma’idah.
4. Munasabah antara-ayat-ayat yang letaknya berdampingan.
Munasabah antara ayat yang yang letaknya berdampingan sering terlihat dengan jelas, tetapi sering pula tidak jelas. Munasabah antara ayat yang terlihat dengan jelas umumnya menggunakan pola ta’kid (penekanan) dan i’radh (bantahan).
Munasabah antar ayat yang menggunakan ta’kid, yaitu apabila salah satu ayat atau bagian ayat memperkuat ayat atau bagian yang terletak di sampingnya. Contoh:
         
1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
2.  Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (QS al-Fatihah: 1-2).
Ungkapan rabb al-alamin pada ayat kedua memperkuat kata ar-rahman dan ar-rahim pada ayat pertama. Pola lain adalah pola tafsir, contoh:
                  
2. Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, 3.  (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka.
Kata al-muttaqin pada ayat kedua ditafsirkan oleh ayat selanjutnya sebagai orang yang mempercayai yang gaib, mendirikan salat dan memberikan sedekah. Sedangkan munasabah yang tidak terlihat jelas pada umumnya merupakan keterkaitan arti dan makna antara satu ayat dengan ayat lainnya.
5. Munasabah antara-kelompok ayat dengan kelompok ayat di sampingnya.
Sebagai contoh adalah dalam surat al-Baqarah ayat 1-20. Allah memmulai penjelasan tentang kebenaran fungsi Alquran bagi orang-orang yang bertaqwa. Dalam kelompok ayat berikutnya dibicarakan tentang tiga kelompok manusia dan sifat mereka yang berbeda-beda yakni mukmin, kafir dan munafik.
6. Munasabah antara-fashilah (pemisah) dan isi ayat.
Jenis munasabah ini mempunyai beberapa  tujuan tertentu. Di antaranya adalah menguatkan makna yang terkandung dalam suatu ayat. Seperti dalam ayat berikut:
•                  
25.  Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apapun. dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS al-Ahzab: 25)
Dalam ayat ini, Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan, bukan menganggapnya lemah, melainkan karena Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa. Jadi adalah fasilah di antara kedua ayat tersebut dimaksudkan agar pemahaman terhadap ayat menjadi lurus dan sempurna.
7. Munasabah antara-awal surat dengan akhir surat yang sama.
Contoh munasabah ini terdapat dalam surat al-Qasas yang diawali dengan penjelasan perjuangan Nabi Musa ketika berhadapan dengan kekejaman raja Fir’aun. Atas perintah dan pertolongan Allah, Nabi Musa berhasil keluar dari Mesir setelah mengalami berbagai tekanan. Dalam awal surat ini juga dijelaskan bahwa nabi Musa tidak akan menolong orang kafir. Pada akhir surat, Allah menyampaikan kabar gembira kepada Muhammad yang menghadapi tekanakan dari kaumnya dan janji Allah atas kemenangannya. Munasabah di sini terletak dari sisi kesamaan kondisi yang dihadapi oleh kedua nabi tersebut.


8. Munasabah antar-penutup surat dengan awal surat berikutnya.
Jika memperhatikan setiap pembukaan surat, kita akan menjumpai munasabah dengan akhir surat sebelumnya, sekalipun tidak mudah untuk mencarinya.  Contohnya adalah permulaan surat al-Hadid yang dimulai dengan tasbih:
          
1.  Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS al-Hadid: 1).
    Ayat ini mempunyai hubungan keselarasan dengan dengan akhir surat sebelumnya yakni al-Waqi’ah  ayat 96 yang memerintahkan untuk bertasbih:
    
96. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar. (QS al-Waqi’ah: 96).


D. Penutup
Sebagaimana dengan asbab an-nuzul, munasabah sangat berperan dalam memahmai Alquran.  Sekalipun permasalahan yang diungkapkan Alquran sangat beragam, keseluruhannya merupakan kesatuan pembicaraan yang awal dan akhirnya saling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memperhatikan arti Alquran hendaklah ia memperhatikan munasabah antar ayat maupun surat dalam Alquran.
Munasabah sendiri dapat diartikan sebagai keselarasan antar ayat dan surat Alquran. Keselarasan ini dapat dibagi kepada beberapa macam yakni antar ayat dengan ayat maupun antar surat dengan surat lainnya.
Munasabah mempunyai tujuan dan pola, pada umumnya merupakan penjelasan, penekanan, perlawanan dan lain sebagainya.


DAFTAR PUSTAKA

Biqa’i, Burhanuddin. Nazhm ad-Durar fi Tanasub al-Ayat wa as-Suwar, jil. I. India: Majlis Dairah al-Ma’rifah an-Nu’maniyah, 1969.

Darraz, Abdullah.  an-Naba’ al-Azhim. Mesir: al-‘Urubah.

Muhammad bin Alwi.  Mutiara Ilmu-Ilmu Alquran, terj. Rosihan Anwar. Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Qattan, Manna Khalil. Mabahis Fi Ulumil Qur’an. Kairo: Mansyura al-Hadis, 1973.

Suyuti, Jalaluddin. Itqan fi Ulumil Qur’an. Beirut: Darul Fikr, t.t.

Zarqani, Muhammad ‘Abd al-Aziz. Manahilul Irfan fi Ulumil Qur’an, jil. I. Beirut: Darul Fikr, t.t.

al Zarkasyi, Badr al Din. al Burhan fi Ulum Alquran. Beirut: Dar al Ma’rifah li al Tiba’ah wa al Nasyr. 1972.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar