Kamis, 04 Oktober 2012

SERANGAN BANGSA MONGOL DAN TIMUR LENK


Makalah

A. PENDAHULUAN
Berakhirnya kekuasaan Dinasti Saljuk atas Baghdad atau Khilafah Abbasyiah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini Khalifah Abbasyiah tidak lagi berada di bawah kekuasaan satu dinasti tertentu. Walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri ada yang besar namun yang banyak adalah dinasti-dinasti kecil. Perpecahan-perpecahan yang terjadi inilah membuat lemahnya Dinasti Abbasyiah, sehingga pada masa inilah Bangsa Mongol dan Tartar menyerang Baghdad. Baghdad hancur lebur akibat serangan Mongol yang kejam, bengis dan tidak berperikemanusiaan itu. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Bani Abbasyiah setelah berkuasa selama 500 tahun lamanya. Adakah efek serangan Mongol terhadap kemajuan peradaban dunia?

            Makalah ini akan menguraikan secara global tentang Bangsa Mongol, ekspansi Mongol, jatuhnya Baghdad dan efek serangan Mongol.

B. PEMBAHASAN
  1. Mengenai Bangsa Mongol
Orang Mongol, yang terdiri dari kelompok-kelompok klan yang berdiri sendiri, pada awalnya hidup di dataran tinggi sebelah utara Gurun Gobi. Sesekali mereka menyerang Cina atau menjarah kafilah yang menyusuri jalur sutera yang menghubungkan Cina, Persia dan India. Sebagian besar bangsa Mongol tidak terpengaruh oleh peradaban dan agama yang mengelilingi mereka. Suku-suku  yang ada pada bangsa Mongol berhasil disatukan oleh sesorang bernama Jengiz Khan.[1] Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara, Tibet Selatan dan Manchuria Barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putera kembar Tartar dan Mongol.[2] Kedua putera itu melahirkan dua  suku   bangsa   besar  Mongol  dan  Tartar. Mongol  mempunyai  anak  yang  bernama Ilkhan yang melahirkan keturunan pimpinan bangsa Mongol di kemudian hari kelak.[3]
            Dalam rentang waktu yang sangat panjang, kehidupan bangsa Mongol tetap sederhana. Mereka mendirikan kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, menggembala kambing dan hidup dari hasil perdagangan tradisonal, yaitu mempertukarkan kulit binatang dengan binatang lain, baik antara sesama mereka maupun dengan bangsa Turki  dan Cina yang bertetangga dengan mereka.[4]
            Karakteristik orang Mongol keras, kasar, suka berperang dan berani menghadang maut dalam mencapai keinginannya. Namun walaupun demikian mereka sangat patuh kepada pimpinannya. Mereka menganut agama Syamaniyah yang menyembah binatang-binatang dan sujud kepada matahari yang sedang terbit.[5] Kemajuan bangsa Mongol secara besar-besaran terjadi pada masa kepemimpinan Yasughi Bahdar Khan. Ia berhasil menyatukan 13 kelompok pada waktu itu. Setelah Yasughi meninggal, putranya Timujin yang masih berusia 13 tahun tampil sebagai pemimpin. Ia berusaha memperkuat angkatan perangnya dengan menyatukan bangsa mongol dengan suku bangsa lain, sehingga menjadi satu pasukan yang teratur dan tangguh. Tahun 1206, ia mendapat gelar Jengis Khan (raja yang perkasa). Ia menetapkan suatu undang-undang yang disebut al-Yasakh atau al-Yasah untuk mengatur kehidupan rakyatnya. Isinya antara lain, wanita mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dalam kemiliteran, kemudian siapa yang berbuat zina, sengaja berbohong, mata-mata, membantu salah satu dari dua orang yang berselisih, memberi makan atau pakaian kepada tawanan perang  tanpa  izin, dan  mereka  yang  gagal   melaporkan   budak   belian  yang melarikan diri akan dikenakan hukuman mati.[6] Diantara ajarannya yang lain, ia mengatur kehidupan beragama dengan tidak boleh merugikan antara satu pemeluk agama dengan yang lainnya dan membebaskan pajak bagi para penghafal al-Qur’an, Ulama, Tabib, Pujangga, orang saleh dan zuhud serta Muadzin. Dalam undang-undang tersebut disebutkan juga bahwa seorang raja dipanggil dengan panggilan lengkap, tentara yang mau berperang harus diinspeksi terlebih dahulu dan perempuan harus siap membayar pajak bila kaum lelakinya berperang.
            Ia juga mendirikan pos untuk mengetahui berita-berita tentang kerajaannya. Ia melarang penyerbuan terhadap agama dan sekte agama serta mencegah terjadinya perbedaan dalam agama. Di sini Jengis Khan ingin mengambil hati kaum Muslimin dan menghormati agama Islam yang memang sudah meluas ke wilayahnya. Peraturan itu antara lain dimaksudkan untuk memberi landasan yang kokoh bagi bangsanya guna menghadapi tantangan dan meluaskan wilayahnya ke luar negeri, baik ke Cina maupun ke negeri-negeri Islam.[7] Disamping itu, Jengis Khan adalah seorang raja yang pintar, dimana ia membagi pasukan perangnya menjadi kelompok besar dan kecil, seribu, dua ratus dan sepuluh orang. Tiap-tiap kelompok dipimpin oleh seorang komandan.[8] Dengan demikian bangsa Mongol mengalami kemajuan pesat di bidang kemiliteran.
            Jadi dapat kita ketahui bahwa di dalam kepemimpinan bangsa Mongol memang tegas, tapi berhati mulia. Hal ini dapat dilihat dari pemerintahan yang menerapkan Undang-undang Yasakh atau Yasakh yang mengatur kehidupan rakyatnya.

  1. Ekspansi Mongol
Ketika Jengis Khan berhasil memiliki angkatan perang yang kuat, ia mengadakan  ekspansi   untuk   memperluas   wilayahnya   dengan  menaklukkan
daerah-daerah lain. Serangan pertama diarahkan ke Kerajaan Cina dan ia berhasil menduduki Peking pada tahun 1215 M.[9] Sasaran selanjutnya adalah negara-negara Islam. Pada tahun 1209 M tentara Mongol keluar dari negerinya dengan tujuan Turki dan Fergana kemudian terus ke Samarkan. Pada mulanya, mereka mendapat perlawanan berat dari penguasa Khawarij, Sultan Ala al-Din di Turkiztan. Pertempuran berlangsung seimbang, karena itu masing-masing kembali ke negerinya. Dalam buku sejarah lain diterangkan bahwa sebab utama Mongol menginvasi ke wilayah Islam terjadi karena Gubernur Kwawarizm membunuh para utusan Jengis Khan. Peristiwa tersebut mengakibatkan Jengis Khan marah dan menyerbu wilayah Islam.
            Kemudian sekitar sepuluh tahun kemudian sejak terjadi pertempuran yang pertama, Jengis Khan dan pasukannya memasuki Bukhara, Samarkand, Khurasan, Hamazan dan sampai ke perbatasan Irak. Di Bukhara, ibukota Khawarizin, mereka kembali mendapat perlawanan dari Sultan Ala al-Din, tetapi Mongol berhasil mengalahkan Sultan Ala al-Din yang akhirnya tewas dalam pertempuran di Mazandiran tahun 1220 M. Ia digantikan oleh putranya, Jalal al-Din yang kemudian melarikan diri ke India karena terdesak dalam pertempuran di dekat Attock tahun 1224 M. dari sana pasukan Mongol terus ke Azarbaijin.[10] Di setiap daerah yang dilaluinya, pembunuhan besar-besaran terjadi. Bangunan-bangunan indah dihancurkan sehingga tidak berbentuk lagi, demikian pula isi bangunan yang bernilai sejarah. Sekolah-sekolah, masjid-masjid, dan gedung lainnya hangus dibakar.
            Pada saat kondisi fisiknya mulai melemah, Jengis Khan membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat bagian kepada empat orang putranya, yaitu Juch, Chagatai, Ogatai  dan Tuli. Chagatai berusaha kembali menguasai daerah-daerah  Islam yang pernah ditaklukkan dan berhasil merebut Fergana, Raihamazan dan Azarbaijin. Sultan Khawarizin, Jalal al-Din berusaha keras membendung serangan tentara Mongol. Namun, ia tidak sehebat dulu dan akhirnya melarikan diri ke pegunungan dan di sana ia dibunuh oleh seorang Kurdi. Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Khawarizin.
            Kemudian Sultan Khawarizin itu membuka jalan bagi Chagatai untuk melebarkan sayapnya ke daerah lain. Saudara Chagatai, Tuli Khan menguasai Khurasan. Karena kerajaan-kerajaan Islam sudah terpecah belah dan kekuasaannya sudah lemah, Tuli dengan mudah dapat menguasai Irak. Ia meninggal pada tahun 1256 M dan digantikan oleh putranya, Hulaghu Khan.[11] Pada tahun 1258 M tentara Mongol berhasil menguasai Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol tersebut. Walaupun sudah dihancurkan, Hulaghu Khan memantapkan kedudukannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakannya ke Syiria dan Mesir. Dari Baghdad pasukan Mongol menyebrangi Sungai Eufrat menuju Syiria, kemudian melintasi Sinai, Mesir. Pada tahun 1260 M mereka berhasil menduduki Nablus dan Gaza.
            Panglima tentara Mongol, Kithbugha mengirim utusan ke Mesir meminta supaya Sultan Qutuz yang menjadi raja Kerajaan Mamalik di sana menyerah. Permintaan itu ditolak oleh Qutuz, bahkan utusan Kitbugha dibunuhnya. Tindakan Qutuz ini menimbulkan kemarahan di kalangan tentara Mongol. Kitbugha kemudian melintasi Yordania menuju Galilie. Pasukan ini kemudian bertemu dengan pasukan Mamalik yang dipimpin langsung oleh Qutuz dan Baybras di Ain Jalut. Pertempuran ini terjadi dengan dahsyat dan pasukan Mamalik berhasil menghancurkan tentara Mongol pada tahun 1260 M.
Baghdad dan daerah-daerah yang ditaklukkan Hulaghu selanjutnya diperintah oleh Dinasti Ilkhan adalah gelar yang diberikan kepada Hulaghu Khan.[12] Daerah yang dikuasai Dinasti ini adalah daerah yang terletak antara Asia Kecil di Barat dan India di Timur dengan ibukotanya Tabriz. Umat Islam dengan demikian dipimpin oleh Hulaghu Khan, seorang raja yang beragama Syamanism. Hulaghu Khan meninggal dunia tahun 1265 M dan digantikan oleh anaknya, Abagha yang kemudian masuk Kristen. Baru raja yang ketiga, Ahmad Teguder yang masuk Islam akhirnya ia ditantang oleh pembesar-pembesar kerajaan yang lainnya. Akhirnya ia ditangkap dan dibunuh oleh Arghun yang kemudian menggantikannya menjadi raja.[13] Raja Dinasti Ilkhan yang keempat ini sangat kejam terhadap umat Islam. Banyak di antara mereka yang terbunuh dan diusir.
            Selain Teguder, Mahmud Ghazan raja yang ketujuh dan raja-raja selanjutnya adalah pemeluk Islam. Dengan masuk Islamnya Mahmud Ghazan yang sebelumnya beragama Budha, Islam meraih kemenangan yang sangat besar terhadap agama Syamanisme. Sejak itulah orang-orang Persia mendapat kemenangan kembali. Berbeda dengan raja-raja sebelumnya, Ghazan mulai memperhatikan perkembangan peradaban. Ia seorang pelindung ilmu pengetahuan dan sastra. Ia amat gemar kepada kesenian, terutama arstektur, astronomi, kimia dan botani. Ia membangun perguruan tinggi untuk madzhab Syafi’i dan Hanafi, sebuah perpustakaan, observatorium dan gedung-gedung umum lainnya. Ia wafat pada usia 32 tahun dan digantikan oleh Muhammad Khudabanda Ulijietu seorang penganut Syiah yang ekstrim. Ia mendirikan kota Raja Sulthaniyah dekat Zanjan. Pada masa pemerintahan Abu Sa’id pengganti Muhammad Khudabanda, terjadi  bencana  kelaparan  yang  sangat menyedihkan  dan angin topan dan hujan es yang mendatangkan malapetaka.  Kerajaan Ilkhan yang didirikan Hulaghu Khan ini terpecah belah sepeninggal Abu Sa’id. Masing-
masing pecahan saling memerangi. Akhirnya mereka semua ditaklukkan oleh Timur Lenk.

  1. Jatuhnya Baghdad
Pada tahun 656 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Setelah diblokade kota seribu satu malam itu, dinding-dinding Baghdad yang kuat itu diserang  dan dihancurkan oleh pasukan Hulaghu Khan yang mengadakan invasi ke wilayah Islam. Dan pada waktu Khalifah al-Mu’tshim, penguasa Bani Abbas di Baghdad (1243-1258) benar-benar tidak mampu membendung gencarnya serangan tentara Hulaghu Khan. Dan pada saat yang kritis tersebut, Wazir Khilafah Abbasyiah, Ibnu al-Qarni ingin mengambil kesempatan dengan menipu Khilafah. Ia mengatakan kepada Khilafah, ”Saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Raja Hulaghu Khan ingin mengawinkan anak perempuannya dengan Abu Bakar putra Khalifah. Dengan demikian Hulaghu Khan akan menjamin posisimu. Ia tidak mengingikan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakak-kakakmu terhadap Sultan Saljuk.[14] Kemudian ia menerima usul tersebut dan keluar bersama beberapa orang pengikutnya dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah lainnya untuk diserahkan kepada Hulaghu Khan. Berangkatlah Khalifah disusul oleh beberapa pembesar istana yang terdiri dari ahli fikih, dan orang-orang terpandang. Tetapi sambutan Hulaghu Khan sungguh di luar dugaan Khalifah. Apa   yang   dikatakan   Wazir   ternyata   tidak  benar. Mereka  semua  termasuk Wazir sendiri dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran. Setelah itu Hulaghu Khan dan tentaranya memasuki Baghdad.
            Baghdad yang terkenal dengan pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan Islam dihancurkan oleh tentara Mongol dan Tartar. Mereka membunuh dan menyembelih seluruh penduduk dan menyapu Baghdad bersih dari permukaan bumi.  Dihancurkanlah segala peradaban dan pusaka yang telah dibuat beratus-ratus tahun lamanya. Diangkut kitab-kitab yang telah dikarang oleh ahli ilmu pengetahuan selama bertahun-tahun, lalu dihanyutkan ke dalam sungai Dajlah sehingga berubah warnanya lantaran tintanya larut. Khalifah sendiri beserta keluarganya ikut dimusnahkan sehingga putuslah Bani Abbas dan hancurlah kerajaan yang telah bertahta dengan kebesarannya selama 500 tahun. Jatuhnya kota Baghdad ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri Khilafah Abbasyiah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulaghu Khan.[15]
            Sebenarnya kalau dilihat secara keseluruhan  sebab-sebab jatuhnya Khalifah Abbasyiah telah nampak sejak periode kedua, namun benih-benihnya sudah tampak pada periode pertama. Namun karena periode pertama Khalifah sangat kuat, benih-benih tersebut tidak sempat berkembang. Secara global K.Ali menjelaskan di antara sebab lemahnya Khilafah Abbasyiah adalah mayoritas Khalifah Abbasyiah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadi, melalaikan tugas dan kewajiban mereka terhadap negara. Mereka menjalin kehidupan dengan bermegah-megah dan bermewah-mewah. Sekalipun mereka terkadang  berusaha  mengatasi  kondisi  politik dalam negeri yang kritis, namun  mereka lebih memusatkan perhatian dan waktunya dengan minuman keras, wanita dan musik.[16]
            Supremasi bangsa Turki pada periode akhir Abbasyiah juga turut menyebabkan jatuhnya Dinasti Abbasyiah. Bahwa sepeninggal Khalifah Mutawakkil pengaruh kekuatan Turki berkembang semakin kuat. Bahkan Khalifah pengganti Mutawakkil tidak dapat menekannya.
            Akibatnya kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas ketinggian posisi mereka. Sikap anti Turki ini pada akhirnya melatarbelakangi  timbulnya gerakan pengelepasan diri dari ikatan pemerintahan pusat dan menyatakan kemerdekaan wilayahnya masing-masing.
            Permusuhan antarsuku merupakan satu di antara penyebab jatuhnya Khalifah Abbasyiah. Permusuhan antara kelompok Arab dengan non-Arab dan antara kelompok muslim dengan non-muslim semakin menegang pada masa ini. Kelompok persia yang lebih diuntungkan oleh pemerintahan Abbasyiah memandang remeh terhadap kelompok Arab dan sebaliknya. Sedangkan di sisi lain, Khalifah tidak mampu menyatukan mereka dalam satu ikatan persatuan. Akibatnya umat Islam terpecah menjadi beberapa sekte sehingga terjadi disintegrasi di tubuh pemerintahan Abbasyiah.
            Faktor ekonomi pun berperan dalam mendukung kemunduran Abbasyiah di mana pengeluaran negara jauh lebih besar dari kas negara. Hal ini disebabkan semakin sempitnya wilayah kekuasaan negara, gerakan pengelepasan wilayah propinsi dan timbulnya dinasti-dinasti yang merdeka. Di sisi lain, justru sikap dan pola hidup khalifah dan kalangan istana cenderung boros dan berlebih-lebihan. Korupsi berkembang di kalangan pejabat negara serta masa paceklik yang berkepanjangan, wabah penyakit melanda sejumlah wilayah propinsi.
            Adapun faktor eksternal runtuhnya Khilafah Abbasyiah adalah penyerbuan Hulaghu Khan yang menghancurleburkan kota Baghdad. Hancurnya Baghdad menandai berakhirnya kekuasaan Bani Abbasyiah.

  1. Efek Serangan Bangsa Mongol
Masa Mongol dalam sejarah Kebudayaan Islam dimulai sejak jatuhnya Baghdad tahun 656 H/1258 M sampai masuknya tentara Utsmani ke Mesir kemudian menguasai Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria pada tahun 1517 M dibawah pimpinan Sultan Salim.[17]
Dampak negatif serangan Mongol dapat dilihat dari kehancuran-kehancuran yang nampak jelas dimana-mana sejak dari wilayah Timur hingga ke Barat. Kehancuran kota-kota yang indah dengan perpustakaan yang mengoleksi banyak buku. Ibnu Asir (W. 1233) seorang sejarawan muslim terkenal, pengarang al-Kamil fi al-Tarikh menyatakan bahwa perusakan yang dilakukan oleh bangsa Mongol seperti di Bukhara adalah perusakan dengan menjadikan Bukhara rata bagaikan tidak pernah ada sebelumnya.[18] Pembunuhan terhadap umat Islam bukan hanya pada masa Hulaghu Khan yang membunuh Khalifah Abbasyiah dan keluarganya. Tetapi pembunuhan dilakukan juga terhadap umat Islam yang tidak berdosa. Di samping itu telah terjadi perubahan besar masa Mongol berkuasa di Baghdad yang dapat dilihat dengan ciri-ciri mereka, antara lain: berpindahnya pusat ilmu pengetahuan, timbulnya ilmu-ilmu baru, kurangnya kutubul khannah, banyaknya sekolah dan mausu’at, penyelewengan ilmu.
a. Berpindahnya Pusat Ilmu Pengetahuan
            Kegiatan ilmu pengetahuan pada masa Abbasyiah berpusat di Baghdad, Bukhara, Naisabur, Cordova dan Sevilla. Namun ketika kota-kota itu hancur maka kegiatan ilmu berpindah ke kota Kairo, Iskandariah, Usyuth, Damaskus dan kota-kota lain di Mesir dan Syam.
b. Timbulnya Ilmu-Ilmu Baru
Pada masa ini mulai matang ilmu-ilmu Sosiologi dan Filsafat Tarikh dengan munculnya Muqaddimah Ibnu Khaldun sebagai kitab pertama dalam bidang ini, juga mulai disempurnakan penyusunan ilmu politik, ilmu tatausaha, ilmu peperangan dan ilmu kritik sejarah.
c. Kurangnya Kutubul Khannah
Di zaman ini banyak perpustakaan besar, yang musnah bersama kitabnya karena terbakar atau tenggelam di tengah suasana yang kacau waktu Mongol menaklukkan di Timur dan peperangan di Barat. Atau pemusnahan kitab-kitab dan perpustakaan sebagai akibat terjadinya pertentangan sengit antara firqah-firqah agama atau karena menjadi rusak kertasnya dan mengaburnya tinta akibat dimakan usia.
d. Banyaknya Sekolah dan Mausu’at
Pada masa ini sekolah-sekolah tumbuh dengan segar, terutama di Mesir dan pusatnya ada di Kairo dan Damaskus. Pembangunan sekolah pertama Nuruddin Zanky yang kemudian diikuti Sultan sesudahnya.
Berdirilah berbagai sekolah, ada sekolah untuk tafsir dan hadis, sekolah untuk fikih berbagai madzhab, sekolah untuk ilmu filsafat dan kedokteran, ada sekolah untuk ilmu eksakta, sehingga muncullah para ilmuan dan sarjana. Dan pada masa ini muncul juga mausu’at dan majmu’at yaitu buku kumpulan ilmu dan masalah-masalah, kira-kira seperti ensiklopedia.
e. Penyelewengan Ilmu
Pada zaman ini umat Islam dan kaum terpelajar banyak yang melarikan diri ke dunia pembahasan agama, bahkan banyak di antara mereka yang jatuh ke lembah mistik dan khurafat. Hal ini dikarenakan kebanyakan manusia telah dihinggapi rasa takut sehingga mereka mengalihkan ke dunia agama dan mistik untuk menghibur diri.
Di samping itu dampak positif  penyerangan Mongol dapat dilihat dari:
  1. Kondisi Keagamaan
Penguasaan Mongol atas daulah Islam yang hampir memusnahkan unsur-unsur Arab, bahasa, kebudayaan dan agama Islam. Namun suatu hal yang luar biasa bahwa Jengis Khan yang meruntuhkan semua itu di antara keturunannya ada yang justru menjadi pemelihara dan pembangun agama dan kebudayaan Islam. Diantaranya Timur Lenk, Juchi Khan, Chagatai Khan dan keturunan lainnya yang menguasai India, yaitu Mughal dengan menjadi Sultan di India dan berjasa besar dalam penyiaran Islam.
Mengapa mereka dapat menerima dan masuk Islam? Jawabannya karena mereka bergaul dan berasimilasi dengan masyarakat asli.
  1. Lahirnya Ilmuwan-ilmuwan Besar
Ketika kaum muslimin dirundung kesedihan akibat serangan Mongol yang tidak berperikemanusiaan dengan menghancurkan kebudayaan Islam, ternyata umat Islam masih juga dapat berfikir, melahirkan ilmuan besar dan berkaliber internasional walaupun jumlahnya sedikit, di antaranya Ibnu Taimiyah yang lahir pada tahun 661 H/1263M. Beliau adalah seorang perintis dan pejuang agama. Di antara buku yang diterbitkannya adalah Al-Jawab al-Shahih Man Balada Du al-Mash. Kemudian ia mengeluarkan buku kritikan yang ditujukan khusus kepada filsafatnya Ibnu Rusyd, Al-Kasyfu al Manalm al-Adillah, dalam politik kenegaraan bukunya yang terkenal adalah Al-Siyasah Syar’iyyah fi Isalah al-Ra al-Ra’ah.
Di samping beliau terdapat juga Abu Ja’far Muhammad Ibnu Muhammad ibnu  Hasan  Nasiruddin  Tusi  atau  yang  dikenal  dengan   ad-Din   Tus. Beliau
 membuat jadwal perjalanan bintang baru yang dinamai jadwal Elkaniyah sebagai penghormatan kepada Raja Mongol yang memberi sokongan untuk mendirikan observatorium. Ia juga termasyhur dengan ilmu geometrinya.
Lahir pula pada masa itu Ulugh Bek, cucu dari Timur Lenk yang termasyhur karena ahli dalam bidang agama dan ahli dalam ilmu pasti dan sampai pada abad XV M umat Islam masih menciptakan penemuan baru, namun sangat langka dan sedikit sekali, bagai kerakap tumbuh di batu, hidup segan mati tak mau.
  1. Mengenai Timur Lenk
Sulthan Timur Lenk merupakan keturunan Mongol yang sudah masuk Islam, dimana sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Dia berhasil mengalahkan Tughluk Temur dan Ilyas Khoja, dan kemudian dia juga melawan Amir Hussain (iparnya sendiri). Dan dia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Jagatai dari keturunan Jengis Khan.                                                                                                                
Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancuran akibat serangan bangsa Mongol di bawah Hulagu Khan, malapetaka yang tidak kurang dahsyatnya datang kembali, yaitu serangan yang juga dari keturunan bangsa Mongol. Berbeda dari Hulagu Khan dan keturunannya pada dinasti Ilkhan, penyerang kali ini sudah masuk Islam, tetapi sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh Timur Lenk, yang berarti Timur si Pincang.[19]
Pada tahun 1381 M ia menyerang dan berhasil menaklukkan Khurasan. Setelah itu serbuan ditujukan ke arah Herat. Di sini ia juga keluar sebagai pemenang. Ia tidak berhenti sampai di situ, tetapi terus melakukan serangan ke negeri-negeri lain dan berhasil menduduki negeri-negeri di Afganistan, Persia, Fars dan Kurdistan. Di setiap negeri yang ditaklukkannya, ia membantai penduduk yang melakukan perlawanan. Di Sabzawar, Afganistan, bahkan ia membangun menara, disusun dari 2000 mayat manusia yang dibalut dengan batu dan tanah liat. Di Isfa, ia membantai lebih kurang 70.000 penduduk. Kepala-kepala dari mayat-mayat itu dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi menara. Dari sana ia melanjutkan ekspansinya ke Irak, Syria dan Jazirah Anatolia (Turki).
Pada Tahun 1393 M ia menghancurkan dinasti Muzhaffari di Fars dan membantai amir-amirnya yang masih hidup. Pada tahun itu pula Baghdad dijarahnya, dan setahun kemudian ia berhasil menduduki Mesopotamia. Penguasa Baghdad itu, Sultan Ahmad Jalair, melarikan diri ke Syria. Ia kemudian menjadi Vassal dari Sultan Mesir, Al-Malik al-Zahir Barquq. Penguasa dinasti Mamalik yang berpusat di Mesir ini adalah satu-satunya raja yang tidak mau dan tidak berhasil ditundukkannya. Utusan-utusan Timur Lenk yang dikirim ke Mesir untuk perjanjian damai, sebagian dibunuh dan sebagian lagi diperhinakan, kemudian disuruh pulang ke Timur Lenk. Mesir, sebagaimana pada masa serangan-serangan Hulagu Khan, kembali selamat dari serang bangsa Mongol. Karena Sultan Barquq tidak mau mengekstradisi Ahmad Jalair yang berada dalam perlindungannya, Timur Lenk kemudian melancarkan invasi ke Asia Kecil menjarah kota-kota yaitu, Tikrit, Mardin dan Amid. Di Tikrit, kota kelahiran Shalahuddin al-Ayyubi, ia membangun sebuah piramida dari tengkorak kepala korban-korbannya.
Pada tahun 1395 M ia menyerbu daerah Qipchak, kemudian menaklukkan Moskow yang didudukinya selama lebih dari setahun. Tiga tahun kemudian ia menyerang India. Konon alasan penyerbuannya adalah karena ia menganggap penguasa muslim di daerah ini terlalu toleran terhadap penganut Hindu. Ia sendiri berpendapat, semestinya penguasa muslim itu memaksakan Islam kepada penduduknya. Di India ia membantai lebih dari 80.000 tawanan.
Dalam rangka pembangunan masjid di Samarkand, ia membutuhkan batu-batu besar. Untuk itu, 90 ekor gajah dipekerjakan mengangkat batu-batu besar itu dari Delhi ke Samarkand. Setelah fondasi masjid dibangun, tahun 1399 M Timur Lenk berangkat memerangi Sultan Mamalik di Mesir yang membantu Ahmad Jalair, penguasa Mongol di Baghdad yang lari ketika ia menduduki kota itu sebelumnya, dan memerangi Daulah Bani Ustmani di bawah Sulthan Yildirim Bayazid I Rahimahullah. Dalam perjalanannya itu, ia menaklukkan Georgia. Di kota Sivas, Anatolia sekitar 4000 tentara Armenia dikubur hidup-hidup untuk memenuhi sumpahnya bahwa darah tidak akan tertumpah bila mereka menyerah.
Pada tahun 1401 M ia memasuki daerah Syria bagian utara. Tiga hari lamanya Aleppo dihancurleburkan. Kepala dari 20.000 penduduk dibuat piramida setinggi 10 hasta dan kelilingnya 20 hasta dengan wajah mayat menghadap keluar. Banyak bangunan seperti sekolah dan masjid yang berasal dari zaman Nuruddin Zanki dan Ayyubi dihancurkan. Hamah, Horns dan Ba'labak berturut-turut jatuh ketangannya. Pasukan Sultan Faraj dari Kerajaan Mamalik dapat dikalahkannya dalam suatu pertempuran dahsyat sehingga Damaskus jatuh ke tangan pasukan Timur lenk pada tahun 1401 M. Akibat peperangan itu masjid Umayyah yang bersejarah rusak berat tinggal dinding-dindingnya saja yang masih tegak. Dari Damaskus para seniman ulung dan pekerja atau tukang yang ahli dibawanya ke Samarkand. Ia memerintahkan ulama yang menyertainya untuk mengeluarkan fatwa membenarkan tindakan-tindakannya itu. Setelah itu serangan dilanjutkan ke Baghdad. Ketika Baghdad berhasil ditaklukkan, ia melakukan pembantaian besar-besaran terhadap 20.000 penduduk sebagai pembalasan atas pembunuhan terhadap banyak tentaranya sewaktu mengepung kota itu. Di sini, seperti kebiasaannya, ia kemudian mendirikan 120 buah piramida dari kepala mayat-mayat sebagai tanda kemenangan.[20]
Daulah Bani Ustmani, oleh Timur Lenk dipandang sebagai tantangan terbesar, karena kerajaan ini menguasai banyak daerah bekas imperium Jengis Khan dan Hulagu Khan. Bahkan, Sulthan Yildirim Bayazid I Rahimahullah, penguasa tertinggi kerajaan ini sebelumnya berhasil meluaskan daerah kekuasaannya ke daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh Timur Lenk. Karena itu Timur Lenk sangat berambisi mengalahkan kerajaan ini. Ia mengerahkan bala tentaranya untuk memerangi tentara Bayazid I. Di Sivas terjadi peperangan hebat antara kedua pasukan itu. Timur Lenk keluar sebagai pemenang dan putera Bayazid I, Erthugrul, terbunuh dalam pertempuran tersebut. Pada tahun 1402 M terjadi peperangan yang menentukan di Ankara. Tentara Daulah Bani Utsmani kembali menderita kekalahan, sementara Sulthan Yildirim Bayazid I Rahimahullah sendiri tertawan ketika hendak melarikan diri. Sulthan Yildirim Bayazid I Rahimahullah akhirnya meninggal dalam tawanan. Timur Lenk melanjutkan serangannya ke Bursa, ibu kota lama Turki, dan Syria. Setelah itu ia kembali ke Samarkand untuk merencanakan invasi ke Cina. Namun, di tengah perjalanan, tepatnya di Otrar, ia menderita sakit yang membawa kepada kematiannya. Ia meninggal tahun 1404 M, dalam usia 71 tahun. Jenazahnya dibawa ke Samarkand untuk dimakamkan dengan upacara kebesaran.
Timur Lenk terkenal sebagai penguasa yang sangat ganas dan kejam terhadap para penentangnya. Ia adalah penganut Syi'ah yang taat dan menyukai tasawuf tarekat Naqsyabandiyyah. Dalam perjalanan-perjalanannya ia selalu membawa serta ulama-ulama syi’ah, sastrawan dan seniman. Ulama syi’ah dan para ilmuwan dihormatinya. Ketika berusaha menaklukkan Syria bagian utara, ia menerima dengan hormat sejarawan terkenal, Syeikh Ibnu Khaldun Rahimahullah yang diutus Sulthan Faraj untuk membicarakan perdamaian. Kota Samarkand diperkayanya dengan bangunan-bangunan dan masjid yang megah dan indah. Di masa hidupnya kota Samarkand menjadi pasar internasional, mengambil alih kedudukan Baghdad dan Tabriz. Ia datangkan tukang-tukang yang ahli, seniman-seniman ulung, pekerja-pekerja yang pandai dan perancang-perancang bangunan dari negeri-negeri taklukannya; Delhi, Damaskus dan lain-lain. Ia meningkatkan perdagangan dan industri di negerinya dengan membuka rute-rute perdagangan yang baru antara India dan Persia Timur. Ia berusaha mengatur administrasi pemerintahan dan angkatan bersenjata dengan cara-cara rasional dan berjuang menyebarkan Islam.
Setelah Timur Lenk meninggal, dua orang anaknya, Muhammad Jehanekir dan Khalil, berperang memperebutkan kekuasaan. Khalil (1404-1405 M) keluar sebagai pemenang. Akan tetapi, ia hidup berfoya-foya menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan ayahnya. Karena itu saudaranya yang lain, Syah Rukh (1405-1447 M), merebut kekuasaan dari tangannya. Syah Rukh berusaha mengembalikan wibawa kerajaan. Ia seorang raja yang adil dan lemah lembut. Setelah wafat, ia diganti oleh anaknya Ulug Beg (1447-1449 M), seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti. Namun, masa kekuasaannya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh anaknya yang haus kekuasaan, Abdal-Latif (1449- 1450 M). Raja besar dinasti Timuriyah yang terakhir adalah Abu Sa'id (1452-1469 M). Pada masa inilah kerajaan mulai terpecah belah. Wilayah kerajaan yang luas itu diperebutkan oleh dua suku Turki yang baru muncul ke permukaan, Kara Koyunlu (domba hitam) dan Ak Koyunlu (domba putih). Abu Sa'id sendiri terbunuh ketika bertempur melawan Uzun Hasan, penguasa Ak Koyunlu.[21]
C. PENUTUP
Dalam benak kita, nama Mongol identik dengan perilaku keras dan kasar (Barbar) yang disertai dengan penghancuran. Timur Lenk sebagai kelanjutan dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh bangsa Mongol  menampakkan diri sebagai penguasa yang lebih bengis dari Mongol. Kedua penguasa kejam di atas adalah aktor utama yang menghancurkan Baghdad sebagai ibukota dari Khalifah Bani Abbasyiah dan juga menghancurkan pusat-pusat peradaban Islam di daerah lain.
Biasanya tradisi bangsa yang dikalahkan cenderung mengikuti budaya bangsa yang mengalahkan. Akan tetapi bangsa Mongol dan Timur Lenk justru mengambil peradaban kaum muslimin yang dikalahkan.
Penyerangan yang dilakukan oleh bangsa Mongol dan Timur Lenk memiliki sisi yang menarik untuk diamati. Sisi tersebut adalah bahwa selain terjadi penaklukkan secara kasar yang dilakukan oleh bangsa Mongol dan Timur Lenk, ada kondisi positif yang dihasilkan dari penaklukkan bangsa Mongol terhadap Khilafah Abbasyiah. Walaupun sebenarnya terdapat sisi negatif yang sangat menyedihkan.





DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,Taufik,dkk.Ensiklopedi Tematik Dunia Islam, (Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve,2002)
Ali,K. Sejarah Islam, (Jakarta:Raja Grafindo,2003)
Ali-Usari,Ahmad, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta:Akbar Media Eka Sarana, 2003)
Al-Suyuti, Jalaluddin, Tarikh al-Khulafa, (Beirut:Dar al-Fikri,ttp)
Bek,Muhammad Hudhori, Muhadharat Tarikh al-Umam al Islamiyah,(Kairo:Maktabah al-Kubro,1970)
Hasan,Hasan Ibrahim, Tarikh Islam, (Kairo:Maktabah al-Nahdah Misriyah,1979)
--------------------------, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta:Kota Kembang,1989)
Hitti,P.K,History of the Arabs,(London:Macmillan Student Editions,1974)
Hoesan, Oemar Amn,Kultur Islam, (Jakarta:Bulan Bintang,1964)
Mufradi, Ali,Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta:Logos,1997)
Nasution,Harun,Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta:UI Press,1985)
Penyusun Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam,Ensiklopedia Islam Jilid 2, (Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve,1994)
Sunanto,Musrifah,Sejarah Islam Klasik, (Jakarta:Prenada Media,2003)
Syalabi, Ahmad,Mausu’ah al-Tarikh al-Islami wal Hudharah al-Islamiyah,(Kairo:Maktabah al-Nahdhahal-Mishriyah,1979)
Spuler,Bertold,History of Mongols,(London:Rautledg:1972)
Yatim,Badri,Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:Grafindo:2002)









SILSILAH PENGUASA BANI ILKHAN*)
                                                             Tuli



                                                1.Hulaghu Khan
                                            (654-663H/1256-1265M)




3. Ahmad Teguder                  4.  Abaqa                           Taraghai
   (680-683/1282-1284)                       (663-680/1265-1282)



4. Arghun                                5. Gayghatu                       6. Baydu 
    (683-690/1284-1291)                          (690-694/1291-1295)                 (694H/1295M)




7.Mahmud Ghazan                 8. Oljaytu                                Ali
   (694-703/1295-1304)                           (703-717/1304-1317)





                                                                                                                14. Jahan Timur
                                                                                                                (739-741/1338-1340)

                                                                                                                                11. Musa
                                                                                                                                     (736/1336)


                                                                                                               
                                                                                                                                                                10. Arpa
                                                                                                                                                                      (736-781/1336-1337)


     9. Abu Said                                                             15. Santi Bek
          (717-736/1317-1335)                                                                 (739-741/1338-1339)


                                                                                                                                                               
                                                                                                                                                  12. Muhammad
                                                                        16. Sulaiman                       (736-781/1336-1337)
                                                                                                       (740-744/1339-1343)

*) Dikutip dari Jere L.Bacharavh, A Middle East Studies Handbook, (London:Cambridge University Press,1984), Hlm. 41
  
PENGUASA DINASTI TIMURID

1. Penguasa Timurid di Samarkand

1370                : Timur Lenk
1405                : Khalil
1405                : Syahrukh
1447                : Ulugh Beg
1449                : Abdul Latif
1450                : Abdullah Mirza
1451                : Abu Said
1469                : Ahmad
1494-1500       : Mahmud bin Abu Said

2. Penguasa Timurid di Khurasan

1449                : Babur
1457                : Mahmud bin Babur
1459                : Abu Said
1469                : Yudighar Muhammad
1470                : Husein Bayqara
1506                : Badi ar-Zaman

Dikutip dari Dewan Redaksi Ensiklopedia Ensiklopedia Tematis Dunia Islam Jilid 2, (Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve,1994), hlm.150



[1] Taufik Abdullah, dkk. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. (Jakarta.Ichtiar Baru Van Hoeve,2002). Hal.81
[2] Penyusun Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. Ensiklopedia Islam Jilid 2 (Jakarta.Ichtiar Baru Van Hoeve.1994) Hal. 241
[3] Ahmad Syalabi, Maushu’ah Tarikh al-Islam ver al-Hadarah al-Islamiyah, (Kairo:Maktabah al-Nahdah al-Mishriyah, 1979).Hal. 745
[4]  Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam, (Kairo:Maktabah al-Nahdah al-Mishriyah, 1979). Hal. 132
[5]  Ibid
[6] Ali Mufradi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta. Logos,1997). Hal. 128
[7] Ibid
[8] Bertold Spuler. History of The Mongols. (London.Rautledy, 1972) hal. 26
[9] Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta.Grafindo,2002). Hal. 113
[10] Jalaluddin al-Suyuthi. Tarikh al-Khulafa. (Beirut. Dar al-Fikri,tanpa tahun penerbit). Hal. 433
[11] Muhammad Hudhori Bek. Muhadharah Tarikh al-Umam al-Islamiyah.(Kairo.Maktabah al-Kubro,1970). Hal. 480
[12] Harun Nasution. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. (Jakarta.A.Press,1985). Hal. 80
[13] Hasan Ibrahim Hasan. Sejarah dan Kebudayaan Islam. (Yogyakarta.Kota Kembang). Hal. 307
[14] Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam
[15] K.Ali. Sejarah Islam. (Jakarta.Raja Grafindo.2003). Hal. 435-438
[16] Musrifah Sunanto. Sejarah Klasik Islam. (Jakarta.Prenada Media.2003). Hal. 194        
[17] Ibid
[18] Penyusun Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam.op.cit. Hal. 242
[19] Badri Yatim, op.cit. Hal.118
[20] Philip.K.Hitti.History of The Arabs. (London.Macmillan Student Editions.1974). Hal. 670
[21] Hamka.Sejarah Umat Islam, III (Jakarta.Bulan Bintang,1981). Hal.53 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar